Para pihak peringatkan Danantara tidak memiliki cukup data limbah untuk dukung WtE

Jakarta — Para pemangku kepentingan industri menyatakan bahwa upaya Badan Pengelola Investasi Danantara (BPI Danantara) untuk mempercepat proyek konversi sampah menjadi energi (WtE) tidak didukung oleh dasar data yang kokoh, terutama terkait angka pasokan sampah yang dapat diandalkan dan standar kualitas yang dapat ditegakkan.

Lufiandi, Kepala Unit Pengelolaan dan Pengolahan Sampah (TPPAS) Legok Nangka di Jawa Barat, pada Kamis, 20 November, mengatakan bahwa Danantara belum memastikan koordinasi dengan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pasokan sampah terkait kuantitas dan kualitas. “Danantara perlu menyediakan data akurat jumlah sampah yang dapat memasok WtE, bukan sekadar angka potensi,” ujarnya.

Dia mencatat bahwa, berbeda dengan skema kemitraan pemerintah-swasta (KBPU), yang mencakup kewajiban dan denda finansial jika pengiriman limbah tidak memadai, permintaan pasokan langsung Danantara untuk 1.000 ton limbah per hari tidak disertai sanksi jika daerah-daerah tidak memenuhi persyaratan tersebut.

Lufiandi menambahkan bahwa ketidakhadiran parameter kualitas limbah dalam Peraturan Presiden Nomor 109/2025 tidak memberikan pertanggungjawaban yang jelas terkait tingkat kelembaban dan nilai kalor, yang secara langsung mempengaruhi produksi listrik. “Jangan sampai kekurangan sampah, lalu listrik yang dihasilkan juga berkurang. Begitu kualitasnya turun, listrik ikut turun. Tidak ekonomis jadinya,” katanya.

Tantangan serupa juga dilaporkan oleh Mohammad Asyhari dari Jinjiang Group Indonesia, pengembang pembangkit listrik tenaga sampah (WtE) berkapasitas 17,7 MW di Palembang, yang mengatakan bahwa perusahaan terpaksa melakukan survei pasokan sampah sendiri karena data pemerintah yang tidak memadai.

Meskipun Danantara telah memulai proses lelang untuk fasilitas WtE di Bogor, Bekasi, Denpasar, dan Yogyakarta, para pemangku kepentingan menyatakan bahwa keterlambatan birokrasi masih berlanjut. Lufiandi menyebutkan bahwa permohonan izin yang belum diproses telah tertunda lebih dari 5 bulan, meskipun proyek-proyek tersebut telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional.

Asyhari mengatakan ketidakpastian terkait komitmen biaya tipping dari pergantian pemerintahan kota telah semakin memperlambat kemajuan, menekankan perlunya perjanjian yang disederhanakan yang hanya melibatkan pemerintah kota dan PLN.

Kepastian regulasi juga ditekankan oleh Kenichi Ishikawa dari Sumitomo Corporation, yang menyatakan bahwa stabilitas operasional bergantung pada aliran pendapatan yang konsisten dari baik biaya pembuangan limbah maupun penjualan listrik.

Tantangan teknis juga masih ada akibat kandungan kelembaban yang tinggi pada limbah Indonesia. Mikael Jazozyk dari SUS International mengatakan bahwa tingkat kelembaban di atas 50 persen memerlukan proses pengolahan berbasis bunker yang khusus, yang biasanya tidak digunakan di negara-negara dengan limbah yang lebih kering seperti di Eropa atau Jepang.

Dibandingkan dengan wilayah lain, kapasitas WtE Indonesia dilaporkan sekitar 1.500 ton sampah per hari, jauh di bawah Vietnam yang mencapai 6.700 ton. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2025)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles