Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan buku panduan resmi berjudul “Mengenal dan Memahami Perdagangan Karbon bagi Sektor Jasa Keuangan”, Selasa, 15 Juli, di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, untuk mencegah praktik greenwashing dalam perdagangan karbon di Indonesia.
Peluncuran buku dilakukan langsung oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, bersama Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi, serta Direktur Utama BEI Iman Rachman dan Direktur Utama Kustodian Sentral Efek Indonesia Samsul Hidayat.
Dalam sambutannya, Mahendra menekankan bahwa penguatan literasi pasar karbon menjadi salah satu prasyarat penting untuk membangun sistem perdagangan karbon yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kita sedang menghadapi krisis iklim yang nyata. Perdagangan karbon adalah salah satu solusi konkret, tapi harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian dan integritas tinggi. Buku ini kami rancang sebagai panduan menyeluruh agar pelaku sektor jasa keuangan memahami alur, mekanisme, serta risiko yang mungkin timbul,” ujar Mahendra dalam siaran pers.
Ia juga menyoroti pentingnya pengawasan ketat di tengah tumbuhnya pasar karbon di Tanah Air. Menurutnya, tata kelola yang kuat diperlukan agar Indonesia tidak terjebak pada praktik-praktik manipulatif seperti penipuan data emisi, kesalahan pelaporan, hingga greenwashing.
Peluncuran buku ini selaras dengan mandat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), yang memberi OJK kewenangan untuk mengatur dan mengawasi perdagangan karbon di pasar sekunder.
Direktur Utama BEI Iman Rachman menyambut positif kolaborasi antara OJK dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam memastikan integrasi sistem perdagangan karbon nasional dengan Sistem Registri Nasional (SRN).
“Transparansi dan kredibilitas adalah kunci utama agar pasar karbon kita diakui secara global. Buku ini adalah fondasi penting untuk membangun kepercayaan investor dan pelaku usaha,” jelas Iman.
Berdasarkan data terbaru per 14 Juli 2025, kinerja pasar karbon Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan positif. Total volume transaksi telah mencapai 1.599.336 ton CO₂e dengan nilai transaksi Rp 78 miliar. Harga unit karbon IDTBS tercatat di kisaran Rp 58.800 (US$ 3,6) dan IDTBS-RE sebesar Rp 61.000 (USD 3,7).
Delapan proyek dari sektor energi tercatat aktif dalam pasar karbon ini, termasuk milik PT Pertamina Power Indonesia, PT Perkebunan Nusantara IV, dan entitas di bawah Grup PLN. Jumlah pengguna jasa meningkat drastis dari sebelumnya hanya 16 entitas menjadi 113 entitas aktif. Sementara itu, total retirement karbon telah menyentuh angka 980.475 ton CO₂e, menunjukkan semakin aktifnya pelaku pasar dalam menjalankan offset emisi.
Mahendra juga menyebutkan bahwa pengembangan pasar karbon telah masuk fase penguatan instrumen kebijakan. Sebelumnya, OJK telah mengeluarkan POJK Nomor 14/2023 dan SE OJK Nomor 12/2023, serta resmi meluncurkan Bursa Karbon Indonesia pada 26 September 2023. Akses perdagangan karbon internasional pun telah dibuka sejak 20 Januari 2025.
Atas capaian tersebut, IDX Carbon diganjar penghargaan internasional Best Official Carbon Exchange in an Emerging Market dalam ajang Carbon Positive Award 2025 oleh Green Cross United Kingdom.
Menutup peluncuran, Mahendra menegaskan bahwa sinergi antarsektor menjadi kunci suksesnya ekosistem pasar karbon yang sehat dan akuntabel. Ia menekankan pentingnya dukungan dari kementerian, lembaga, pelaku industri, dan mitra internasional untuk memperkuat transisi menuju ekonomi hijau dan mendukung target Net Zero Emission (NZE) Indonesia pada tahun 2060 atau lebih cepat.
“Pasar karbon bukan sekadar mekanisme jual beli. Ia harus menjadi instrumen yang nyata dalam mengubah perilaku bisnis menuju keberlanjutan,” tutup Mahendra. (Hartatik)
Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2024)