oleh: Eko Prasetyo
Sebagai nadi kehidupan masyarakat dan keberagaman hayati, hutan memainkan peran penting sebagai produsen oksigen dan penyerap karbon yang menstabilkan iklim Bumi.
Laporan berjudul Global Risks Report yang diterbitkan oleh World Economic Forum, menampilkan data yang secara konsisten menyoroti masalah lingkungan sebagai risiko jangka pendek maupun panjang selama tiga tahun terakhir, dengan mengkaitkan langsung masalah hutan seperti kerusakan dan kebakaran hutan.
Mengingat pemilihan umum (Pemilu) 2024 tinggal dalam hitungan hari, sangat penting bagi kita untuk memahami bagaimana pandangan calon presiden dan wakil presiden terhadap pentingnya hutan.
Secara sederhana, komitmen komitmen calon presiden dan wakil presiden terhadap pelestarian hutan berdasarkan dapat ditelitik melalui dokumen visi dan misi mereka. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa hutan bukan hanya menjadi target eksploitasi.
Hasilnya menunjukkan bahwa masing-masing pasangan calon – Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD – menunjukkan potensi kekuatan dan kelemahan terkait pelestarian hutan.
Mengevaluasi komitmen calon
Secara umum, pernyataan visi dan misi semua calon menunjukkan perhatian terhadap hutan dan isu terkait, baik secara eksplisit maupun implisit. Analisis komitmen ini didasarkan pada beberapa keyword, berupa “Hutan”, “Lingkungan Hidup”, “Krisis Iklim”, “Ekologi”, dan “Biodiversitas”.
Analisis kata kunci terkait hutan menunjukkan bahwa Anies-Muhaimin mendominasi dalam frekuensi dibandingkan dengan pasangan lain, dimana Anis-Muhaimin menyebutkan kata “Hutan” sebanyak 17 kali, “Lingkungan Hidup” sebanyak 15 kali, “Krisis Iklim” sebanyak 13 kali, “Ekologi” sebanyak 10 kali, dan “Biodiversitas” sebanyak 8 kali.
Sementara itu, pasangan Prabowo-Gibran menyebutkan kata “Hutan” sebanyak 11 kali, “Lingkungan Hidup” sebanyak 3 kali, “Krisis Iklim” sebanyak 4 kali, “Ekologi” sebanyak 1 kali, dan “Biodiversitas” sebanyak 1 kali.
Di sisi yang lain, pasangan Ganjar-Mahfud menyebutkan kata “Hutan” sebanyak 7 kali, “Lingkungan Hidup” sebanyak 10 kali, “Krisis Iklim” sebanyak 5 kali, “Ekologi” sebanyak 1 kali, dan “Biodiversitas” sebanyak 1 kali.
Secara substansial, baik Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud menunjukkan penyebutan hutan yang lebih jelas dan fokus. Anies-Muhaimin membahas hutan dalam kerangka keadilan ekologis, sementara Ganjar-Mahfud menekankan isu lingkungan berkelanjutan dan ekonomi hijau.
Misi Anies-Muhaimin untuk mencapai “keadilan ekologis” melibatkan sub-misi terkait hutan, tata kelola lingkungan, energi terbarukan, ekonomi hijau, adaptasi perubahan iklim, keanekaragaman hayati, ketahanan bencana, dan kolaborasi pemangku kepentingan. Dokumen visi dan misi juga menekankan frase penting dalam pengelolaan lingkungan, yaitu “keadilan antargenerasi”.
Pasangan ini juga menyertakan target kuantitatif, seperti peningkatan Indeks Kualitas Lingkungan (IKLH) dalam rentang 73-75. Namun, masih perlu dilihat apakah akan terjadi peningkatan nilai pada indeks tutupan lahan yang secara khusus terkait dengan hutan. Indeks ini mengukur kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan di seluruh provinsi di Indonesia.
Misi enam Ganjar-Mahfud terkait lingkungan memiliki relevansi dengan hutan, mencakup isu lingkungan berkelanjutan, ekonomi hijau, dan ekonomi biru. Salah satu turunannya mencakup program terkait hutan, mulai dari pengurangan emisi gas rumah kaca, harmonisasi hutan, pengelolaan lingkungan berkelanjutan, adaptasi perubahan iklim, hingga desa sadar iklim.
Sebaliknya, Prabowo-Gibran menyertakan aspek lingkungan pada misi 2 dan 8. Meski disebut dalam dua misi, pernyataan misi pasangan calon 02 memiliki cakupan yang cukup luas, termasuk pertahanan, keamanan nasional, kemandirian bangsa, serta penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan.
Prabowo-Gibran memandang hutan sebagai bagian dari sub-kategori swasembada pangan. Namun, misi 8 pasangan ini tidak secara jelas menyentuh bagaimana harmonisasi lingkungan alam terkait dengan hutan, hanya menyebut metode pertanian tumpangsari untuk merevitalisasi hutan yang rusak pada sub-misi swasembada pangan.
Penyajian risiko
Meskipun setiap pasangan calon menyatakan kepedulian terhadap hutan, bukan berarti masa depan hutan tanpa risiko. Setidaknya, Indonesia menghadapi dua potensi risiko tinggi terkait keberlanjutan hutan:
Masalah ketahanan pangan
Saat ini, hutan memiliki keterkaitan yang kuat dengan isu ketahanan pangan, terutama dengan narasi food estate atau produksi pangan massal di suatu kawasan.
Namun, pelaksanaan food estate menghadapi tantangan, meskipun hutan sudah terlanjur dirambah. Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama tidak menyebutkan food estate dalam dokumen visi dan misi mereka, sementara Prabowo-Gibran dengan tegas berencana melanjutkan program Presiden Joko Widodo ini, dengan target empat juta hektar pada 2029.
Prabowo-Gibran juga merinci rencana revitalisasi hutan dan lahan menjadi area pertanian yang produktif. Kondisi ini memerlukan perhatian khusus jika pasangan ini terpilih, karena pembukaan hutan secara masif yang gagal meningkatkan produksi pangan tidak hanya menimbulkan kerentanan pangan, tetapi juga meningkatkan risiko krisis iklim seperti banjir, kebakaran hutan, dan kekeringan.
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN)
Tantangan lain terletak pada bidang pembangunan, yang seringkali bertentangan dengan keberlanjutan hutan. Sebagai contoh, pemerintah melalui Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) telah memulai pembangunan dengan konsep Forest City di Kalimantan.
Meskipun konsep ini pada pandangan awal menjamin keberadaan hutan di kawasan IKN, pemantauan yang berkesinambungan dan berkelanjutan diperlukan untuk memastikan keselarasannya dengan gagasan aslinya. Perhatian publik terhadap pembangunan IKN juga penting, karena implementasinya memiliki potensi risiko terhadap kerusakan hutan di lokasi sekitar IKN.
Pasangan Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud menyatakan komitmen untuk melanjutkan pembangunan IKN, sementara hanya pasangan Anies-Muhaimin yang berjanji untuk meninjau kembali megaproyek ini.
Pandangan pembangunan Anies-Muhaimin lebih condong pada pembangunan kota-kota lain setara dengan Jakarta. Namun, arah pembangunan ini juga memerlukan perencanaan yang kuat untuk memastikan pelestarian hutan di kota-kota lain tersebut.
Menjaga komitmen calon
Secara umum, komitmen calon terhadap hutan terlihat dalam dokumen visi dan misi mereka yang beragam. Mereka tidak lagi melihat hutan hanya sebagai sumber daya yang dapat dieksploitasi.
Sejalan dengan hal tersebut, Paslon 01 secara eksplisit menulis tentang “insentif bagi penjaga hutan” untuk menilai yang selama ini tidak ternilai. Paslon 02 menunjukkan keterkaitan yang kuat antara hutan dan ketahanan pangan melalui agroforestri. Sementara itu, Paslon 03 mengusung narasi harmonisasi dan keberlanjutan.
Namun demikian, penting untuk melihat bagaimana para calon mengimplementasikan pandangan ini jika mereka terpilih. Siapapun yang menjadi presiden dan wakil presiden nantinya harus memastikan pelestarian hutan Indonesia yang tersisa melalui kebijakan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan.