oleh: Greg Clough
Bagi mata yang tidak terlatih, sawah, tempat memancing, dan hutan mungkin tampak berbeda. Namun mereka memiliki banyak kesamaan. Cara pengelolaan keduanya untuk menghasilkan makanan, menyediakan mata pencaharian, melindungi keanekaragaman hayati, dan memerangi krisis iklim saling tumpang tindih dalam banyak hal. Pendekatan pengelolaan gabungan ini mungkin tampak baru, tetapi asal-usulnya sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.
Mari kita mulai dengan hutan. Secara khusus, wanatani telah mendapatkan pengakuan ilmiah dalam beberapa dekade terakhir. Sejak pertengahan abad ke-20, agroforestri telah berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu pertanian yang diakui secara global sebagai pendekatan yang layak dan berkelanjutan untuk pertanian dan budidaya. Meskipun baru dikenal akhir-akhir ini, masyarakat adat di Afrika dan Amerika telah mempraktikkan wanatani sejak dahulu kala, mengintegrasikan hutan dengan sistem pertanian untuk menyediakan makanan dan tempat tinggal.
Menghormati kearifan lokal
Demikian pula, budidaya padi-ikan juga memiliki nuansa kontemporer, yang telah menarik perhatian selama 50 tahun terakhir dengan berbagai makalah ilmiah. Namun, para petani di Asia telah mempraktikkan budidaya padi-ikan selama berabad-abad, menuai manfaat seperti peningkatan produktivitas pertanian, ketahanan pangan, pendapatan petani, dan konservasi sumber daya.
Fakta bahwa budidaya padi-ikan dan wanatani sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu dan masih menarik perhatian para ilmuwan menunjukkan pentingnya memahami pengelolaan lahan dan sumber daya oleh masyarakat adat. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran dalam praktik pertanian, dari mengubah hutan dan hutan terbuka milik masyarakat adat menjadi padang rumput yang membentang luas dan padang rumput yang ditanami tanaman buah dan sayuran, menjadi penghormatan terhadap pengetahuan dan keterampilan masyarakat adat yang kaya dalam mengelola dan menjaga lingkungan. Apa yang lama menjadi baru lagi.
Melindungi lingkungan, mempromosikan keanekaragaman hayati
Budidaya padi-ikan dan wanatani menunjukkan keselarasan yang luar biasa antara aktivitas manusia, pengelolaan lingkungan, dan konservasi keanekaragaman hayati.
Pertanian padi-ikan melibatkan budidaya tanaman padi dan pemeliharaan ikan di lahan yang sama atau di badan air yang berdekatan. Ini adalah kesepakatan yang bagus untuk kedua hasil pertanian. Secara sederhana, hasil panen padi diuntungkan dengan adanya ikan yang mengendalikan hama dan gulma, sementara ikan mendapat manfaat dari air dan bahan organik yang kaya akan nutrisi dari tanaman padi.
Budidaya padi-ikan juga berdampak baik bagi lingkungan. Ikan memakan hama dan mengeluarkan kotoran di sawah, sehingga mengurangi kebutuhan pestisida dan pupuk serta meningkatkan kualitas air. Ikan juga mengaduk air, mengurangi kondisi stagnasi dan menghasilkan oksigenasi yang lebih baik dan lingkungan air yang lebih sehat.
Budidaya padi-ikan bukan hanya tentang kecocokan antara ikan dan padi. Yang lebih penting lagi, ini juga tentang mengembangkan keanekaragaman hayati. Petani dapat menggunakan sawah mereka untuk memelihara berbagai spesies ikan, menciptakan tempat mencari makan dan bersarang bagi burung air. Selain itu, petani padi-ikan juga sering mencampur sawah dengan pepohonan dan vegetasi lainnya, menciptakan koridor antar habitat yang memfasilitasi pergerakan dan aliran gen untuk spesies yang berbeda.
Wanatani melibatkan penanaman pohon atau semak berkayu, pemeliharaan ternak, atau budidaya tanaman di lahan yang sama. Ini adalah kemenangan bagi pohon, semak, tanaman, dan ternak. Sekali lagi, secara sederhana, kotoran ternak dan nutrisi yang dibawa pohon ke permukaan memberi makan tanaman sementara tanaman bersaing dengan gulma untuk mendapatkan sinar matahari, air, dan nutrisi, sehingga mengurangi tekanan gulma terhadap pohon.
Hal ini juga menguntungkan bagi lingkungan. Akar pohon mengikat tanah, mengurangi erosi. Kanopi pohon menaungi tanah dari sinar matahari langsung, mengurangi penguapan dan menjaga kelembaban tanah. Daun-daun yang berguguran berkontribusi pada siklus unsur hara, meningkatkan kesuburan tanah dan, seperti halnya pada budidaya padi-ikan, mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk.
Wanatani meningkatkan keanekaragaman hayati dengan menciptakan habitat yang mendukung berbagai organisme, tempat bersarang bagi burung, serta tempat berlindung bagi serangga dan satwa liar. Keanekaragaman spesies tanaman di wanatani menarik serangga yang baik hati, membantu pengendalian hama dan penyerbukan tanaman. Wanatani yang ramah terhadap keanekaragaman hayati berlimpah. Salah satu contohnya adalah di barat laut Vietnam, di mana para petani perempuan memanfaatkan pengetahuan lokal dan mengelola sistem wanatani kopi yang mengurangi penggunaan pupuk dan fungisida, sehingga mendorong keanekaragaman hayati dan menyerap karbon hingga tiga hingga empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan sistem monokultur kopi. Di wilayah gersang Batken, Kirgistan, sistem wanatani menghasilkan buah persik, apel, aprikot, dan ceri, serta menjadi tempat tinggal bagi landak, kelinci, dan lynx.
Memerangi perubahan iklim
Kesamaan antara pertanian padi-ikan dan wanatani sangat banyak dan beragam. Kesamaan tersebut terjadi pada banyak praktik pertanian. Salah satu kesamaan yang belum disebutkan adalah bagaimana pertanian padi-ikan dan wanatani yang terintegrasi dapat membantu memerangi krisis iklim.
Pohon menyimpan karbon, yang secara efektif mengurangi konsentrasi gas rumah kaca (GRK) dan mengurangi perubahan iklim. Dalam budidaya padi-ikan, seperti yang disebutkan di atas, ikan mengaduk air. Hal ini mendistribusikan oksigen, mencegah perkembangan metanogen, bakteri yang mengeluarkan metana, gas rumah kaca yang kuat 30 kali lebih kuat daripada karbon dioksida dalam memerangkap panas di atmosfer. Contoh yang baik dari budidaya padi-ikan yang mengurangi emisi gas rumah kaca adalah proyek FAO di Nigeria, yang membantu para petani kecil untuk meningkatkan hasil panen padi sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca mereka. Sebuah proyek di California menargetkan 500.000 hingga 200.000 hektar sawah yang dibanjiri air untuk menghasilkan sumber protein baru sembari mengurangi emisi metana dari budidaya padi.
Merangkul pengelolaan lanskap berkelanjutan
Pada akhirnya, budidaya padi-ikan dan wanatani merupakan contoh dari konsep yang lebih luas yaitu pengelolaan lanskap berkelanjutan (SLM). Meskipun penelitian mengenai SLM mulai populer di tahun 1970-an, seperti halnya budidaya padi-ikan dan wanatani, akarnya sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, yaitu pada praktik-praktik pertanian tradisional seperti rotasi tanaman dan tanaman penutup tanah. Pendorong utama SLM dalam beberapa dekade terakhir adalah Kelompok Konsultatif untuk Penelitian Pertanian Internasional.
SLM berfokus pada pencapaian hasil yang berkelanjutan dengan mengintegrasikan pertimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan. FAO mendefinisikan SLM sebagai “penggunaan sumber daya lahan, termasuk tanah, air, hewan, dan tanaman, untuk produksi barang guna memenuhi kebutuhan manusia yang terus berubah, sekaligus memastikan potensi produktif jangka panjang dari sumber daya tersebut dan pemeliharaan fungsi lingkungannya.” Dengan menerapkan prinsip-prinsip SLM pada berbagai bentang alam, termasuk bentang alam pertanian, kita dapat merancang dan memelihara bentang alam yang tangguh, produktif, dan ramah lingkungan.
Kesimpulan
Ketika kita menghadapi tantangan ketahanan pangan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim, merangkul pendekatan terpadu dan berkelanjutan seperti budidaya padi-ikan, wanatani, dan pengelolaan lanskap yang berkelanjutan menjadi semakin penting. Praktik-praktik ini, yang berakar pada kearifan kuno, memberikan wawasan dan solusi yang berharga untuk masa depan yang berkelanjutan. Dengan menyeimbangkan kebutuhan manusia, lingkungan, dan ekonomi, kita dapat menciptakan lanskap yang menopang kehidupan kita dan memastikan kesejahteraan generasi mendatang. Mari kita rangkul praktik-praktik yang telah teruji oleh waktu dan memanfaatkan kekuatan alam untuk membangun dunia yang lebih cerah dan berkelanjutan.
Foto banner: Seorang petani menangkap ikan di sebuah sawah di Asia. Foto: Shutterstock – Torychemistry)