Jakarta – Sembilan belas Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia mengeluarkan seruan penting kepada pemerintah Indonesia dan dunia dalam menghadapi Konferensi Iklim PBB ke-28 (COP 28). Krisis iklim menjadi perhatian utama, terutama karena dampaknya yang nyata di Indonesia, termasuk bencana banjir, topan, kekeringan, dan kerusakan ekosistem laut. Indonesia, sebagai negara kepulauan, berada di peringkat ketiga tertinggi dalam kerentanan terhadap krisis iklim.
Dalam momen COP 28, masyarakat sipil Indonesia menyerukan tindakan segera dengan tujuan menjaga keadilan. Mereka menekankan perlunya asistensi bagi negara dan komunitas paling terdampak, serta penguatan komitmen iklim (NDC) berdasarkan hasil Global Stocktake. Seruan ini juga mencakup adopsi target global untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil, memulihkan ekosistem alam, dan melakukan perubahan sistemik dalam produksi pangan, energi, dan pembangunan.
Pentingnya mengakui peran dan hak masyarakat adat, serta memperhatikan solusi lokal perubahan iklim, menjadi fokus lain. Seruan juga menyoroti ketidakcukupan komitmen global yang terlihat dari kenaikan emisi dan kurangnya dukungan finansial untuk adaptasi.
Seruan kepada Delegasi Republik Indonesia termasuk langkah-langkah konkret seperti kembali ke lapangan, memperkuat ambisi NDC, menghentikan proyek pembangunan yang merugikan iklim, dan menjalankan transisi energi yang adil. Masyarakat sipil juga menekankan perlunya perlindungan hak asasi manusia dalam kegiatan mitigasi dan adaptasi serta penyaluran dana Loss and Damage hingga tingkat lokal. Baca tuntutan secara lengkap di sini.
Secara terpisah, Greenpeace Indonesia, Central Kalimantan Legal Aid Foundation, Save Our Borneo, and the Indonesian Forum for Environment mengunjungi lokasi food estate di Kalimantan Tengah yang dianggap gagal.
Para aktivis kembali ke lokasi kontroversi lingkungan untuk menyindir inisiatif food estate andalan Presiden Joko Widodo yang bermasalah. Presiden menyoroti program ini dalam pidatonya baru-baru ini di KTT iklim PBB di Dubai. Selama COP28 di Uni Emirat Arab, dalam sebuah sesi yang berjudul “Transformasi Sistem Pangan dalam Menghadapi Perubahan Iklim,” Presiden Jokowi menyerukan bantuan keuangan dan teknologi untuk memajukan lumbung pangan yang luas. Menegaskan bahwa investasi semacam itu di Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangan dunia, beliau juga menyarankan konversi pangan menjadi bahan bakar nabati, khususnya biodiesel dan bioetanol. (nsh)
Foto banner: ©Jurnasyanto Sukarno/Greenpeace