Listrik dan Digitalisasi Kendalikan Industri Masa Depan

JAKARTA – Business Vice President Industrial Automation Schneider Electric Indonesia and Timor Leste, Martin Setiawan mengatakan pada hari Kamis (17/2) bahwa peningkatan elektrifikasi perlu dibarengi dengan percepatan transisi energi bersih dari sumber energi terbarukan dan digitalisasi pengelolaan energi yang lebih cerdas.

Terutama saat sektor industri sebagai tiga besar penyumbang gas rumah kaca (GRK) dapat menjadi motor penggerak bagi sektor lainnya untuk segera mengambil langkah proaktif menuju pembangunan ekonomi hijau dengan net-zero emission. “Dengan begitu pencapaian target pengurangan emisi karbon Pemerintah Indonesia di tahun 2030 mendatang dapat terealisasi,” kata Martin dalam diskusi media secara virtual bertajuk ‘Transisi Energi Bersih Menuju Pembangunan Industri Hijau’.

Dunia berbasis listrik dan digital atau dikenal dengan istilah “Electricity 4.0” menjadi dunia masa depan yang sustainable. Pasalnya, listrik menawarkan cara tercepat, teraman, dan paling hemat biaya untuk menjalani dekarbonisasi masyarakat kita.

Sementara teknologi digital membangun masa depan yang cerdas dengan membuat yang tidak terlihat menjadi terlihat, mendorong efisiensi, dan menekan pemborosan energi. Lebih dari 60% energi yang dihasilkan terbuang sia-sia. Efisiensi sering sekali diabaikan, meskipun merupakan salah satu cara tercepat untuk mengurangi konsumsi.

Diskusi yang diadakan Schneider Electric ini juga menghadirkan Mustaba Ari Suryoko, Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT), Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) dan Eka Himawan, Managing Director Xurya Daya Indonesia.

Lebih lanjut, Martin menekankan perlunya pelaku industri membuat sustainability framework yang holistik dan terukur. Selain itu, memilih mitra digital yang tepat dan menjunjung nilai yang sama untuk mendukung transformasi bisnisnya.

Dalam paparannya, Mustaba Ari Suryoko menyampaikan, pemerintah telah menyiapkan road map untuk mendorong peningkatan industri serta pembangunan infrastruktur PLTS yang tertuang di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Dalam RUPTL tersebut, pemerintah menargetkan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan mencapai 51,6 persen. Selain itu, Kementerian ESDM akan mengembangkan secara bertahap PLTS Atap sebesar 3,6 GW hingga 2025.

“Sektor industri dan bisnis menjadi salah satu segmen konsumen prioritas. Target penambahan PLTS Atap diharapkan dapat menekan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 4,58 juta ton CO2e pada 2025,” ujar Mustaba.

Menurutnya, pemanfaatan listrik berbasis sumber EBT yang didukung dengan teknologi digital akan menjadi solusi terbaik dalam penyediaan dan pemerataan akses energi bersih hingga ke daerah terpencil, pengelolaan yang lebih efisien dan sustainable, mengurangi emisi karbon, serta meningkatkan ketahanan energi.

“Adopsi PLTS Atap di sektor industri perlu terus didorong dengan memberikan dukungan ahli melalui kemitraan strategis,” imbuhnya.

Sementara itu, Eka Himawan mengungkapkan kendala yang seringkali dihadapi pelaku industri untuk beralih ke energi bersih yakni biaya investasi awal yang tinggi. Padahal penggunaan PLTS Atap bagi pelaku industri memiliki peran penting dalam pengembangan industri hijau.

“Kami menyediakan alternatif pembiayaan instalasi PLTS Atap tanpa investasi sebagai bentuk komitmen kami dalam meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan bagi pelaku industri,” beber Eka. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles