
Jakarta – Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha mengatakan, produksi rich gas atau gas alam basah bisa menjadi solusi pemerintah dalam mengurangi ketergantungan impor Liquid Petroleum Gas (LPG). Apalagi pemerintah tengah menghentikan impor LPG secara bertahap hingga 2030.
“Produksi rich gas akan mulai digencarkan pada tahun ini. Produksi rich gas ini nantinya mencapai 500 ribu ton per tahun,” ujar Satya pada acara Diskusi Publik Keekonomian Gasifikasi Batubara dikutip Selasa (12/4).
Menurut Satya, “Indonesia memilih agar energi fosil tidak phase out dengan mengimplementasikan teknologi bersih … (dan) mempertimbangkan penerapan teknologi berupa penangkapan, penyimpanan dan pemanfaatan karbon atau CCS/CCUS,” sebagaimana dikutip Antaranews. Saat CCS/CCUS nilai keekonomiannya masih mahal karena tergolong teknologi baru.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah akan meningkatkan produksi LPG dari kilang minyak serta mengembangkan dimetil eter (DME) dan metanol yang diperoleh dari proses gasifikasi batubara dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik BUMN dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) perpanjangan.
“Gimana caranya kita bisa memenuhi sehingga kebutuhan impor LPG bisa kita tekan,” sambungnya.
Satya mengatakan, pemerintah akan menambah 1,1 juta ton jaringan gas kota (jargas) kepada 10 juta rumah tangga, mendorong penggunaan kompor listrik, dan memproduksi rich gas sebanyak 500 ribu ton per tahun. Menurutnya, mendorong pemanfaatan kompor listrik juga bisa menjadi solusi untuk mengurangi impor LPG. Listrik sebagai sumber energi bisa menjadi pengganti LPG sebagai bahan bakar rumah tangga.
“Penggunaan kompor listrik untuk rumah tangga dengan penggunaan energi yang kompetitif dan kontinuitas suplai listrik,” ujar Satya.
Dengan melakukan berbagai langkah pengurangan gas impor tersebut, maka Indonesia dapat menghemat anggaran sebesar USD 4 miliar per tahun mulai 2021 hingga 2040. Ha ini tentunya akan berdampak pada Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Satya pun merinci pada tahun 2030 kebutuhan LPG Indonesia sebesar 9,7 juta ton. Jika tanpa impor, maka pemenuhannya berasal dari LPG eksisting sebesar 1,2 juta, jargas 1,1 juta, kompor listrik 2,1 juta, rich gas 0,5 juta, LPG dari kilang 1,8 juta, DME dan Methanol 3 juta. (Hartatik)