Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Oktober 2022 mengalami defisit sebesar Rp 169,5 triliun atau 0,91% terhadap produk domestik bruto (PDB). Hal itu disebabkan pemerintah mengalokasikan Rp 452,6 triliun untuk kompensasi serta subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik.
“Ini (defisit) pertama kali pada 2022, setelah sembilan bulan berturut-turut mengalami surplus,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, dilansir Senin (28/11).
Menurutnya, defisit APBN sebesar Rp 169,5 triliun itu masih jauh lebih rendah dari Perpres 98/2022 tentang revisi APBN 2022. “Jika berdasarkan UU APBN, defisit total adalah Rp 841 triliun atau 4,5% dari PDB. Jadi sampai Oktober defisitnya di Rp169,5 triliun atau 0,91% dari PDB, masih jauh lebih rendah dari (yang ditetapkan undang-undang),” ujarnya.
Realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp 439,9 triliun atau turun 27,7 persen (yoy). Menurut Sri Mulyani, sebagaimana dikutip Antaranews (24/11), “turunnya pembiayaan anggaran ini menggambarkan adanya pembalikan arah ke APBN yang lebih baik,”
Kondisi defisit pada APBN berarti pendapatan lebih kecil dibanding pengeluaran pemerintah. Salah satu penyebab belanja negara melonjak karena pemerintah membayar subsidi dan kompensasi energi ke PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Sampai Oktober 2022, total dana yang digelontorkan mencapai Rp 452,5 triliun.
Sri Mulyani memaparkan pada 2021 kompensasi untuk BBM dan listrik hanya sebesar Rp 48 triliun. Pada 2022, pagunya dinaikkan menjadi sekitar Rp 293,5 triliun dan telah dibayarkan Rp 268 triliun.
Adapun hingga Oktober 2022 pendapatan negara Rp 2.181,6 triliun atau tumbuh 44,5%, sedangkan belanja negara mencapai Rp 2.351,1 triliun atau tumbuh 14,2%. (Hartatik)