
oleh: Hartatik
MAGELANG – “Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Sebuah kalimat inspiratif yang dipekikkan oleh Bapak Bangsa, Bung Karno ini seolah mengingatkan bahwa anak muda suatu saat akan membawa perubahan besar bagi sebuah bangsa.
Ya, impian Bung Karno itu sangat relevan dengan masa kini, di mana saat ini Indonesia memasuki era yang disebut dengan bonus demografi. Berdasarkan sensus penduduk BPS, jumlah penduduk usia produktif pada era ini (2020-2035) berada pada grafik tertinggi. Dari total jumlah penduduk 297 juta jiwa, 64% adalah mereka berusia produktif yang didominasi oleh Generasi Z (usia 8-23 tahun).
Peluang strategis tersebut nampaknya mampu ditangkap baik oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Society of Renewable Energy (SRE), kelompok pemuda yang mengajak generasi muda untuk menjadi aktivis energi bersih, dalam rangka mempercepat pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT), khususnya energi surya.
Melalui program Gerilya (Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya), Kementerian ESDM bersama SRE menyasar para mahasiswa yang tergabung pada Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), inisiasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
“Para anak muda yang tergabung dalam program Gerilya dibekali ilmu dan pengalaman teknis komersial tekait pembangkit listrik tenaga surya atap, atau solar rooftop. Nantinya, mereka diharapkan dapat aktif mendorong pemanfaatan panel surya di Indonesia ,” ujar Zagy Yakana Berian, Founder Society of Renewables Energy (SRE) usai peresmian PLTS Balkondes Karangrejo, Kabupaten Magelang, Kamis (24/3).
SRE dirintis 2019 dan ribuan anggotanya berasal dari 40 perguruan tinggi se-Indonesia. Tahun ini, SRE mendapat kesempatan dari Pertamina untuk mengimplemantasikan ilmu dan keterampilannya untuk memperluas akses pemanfaatan panel surya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Salah satunya di Balkondes Karangrejo, Desa Berdikari Energi binaan Pertamina. Ada tujuh mahasiswa, anggota SRE yang tergabung dalam tim inti konstruksi PLTS. Selain itu ada 20 mahasiswa tambahan yang membantu pemasangan PLTS dan memperluas promosi Balkondes melalui sosial media.
Adapun tujuh anak muda yang tergabung dalam tim inti tersebut merupakan mahasiswa dari Fakutas Teknik. Mereka adalah Jason Christopher Hernowo (mahasiswa ITB), Mohammad Irvan Faauzi (ITB), Luthfian Ramdhan (Universitas Tidar), Muhammad Iqbal Sugiharto (Univeritas Udayana), Mutiara Bening (PEM Akamigas Cepu), dan Singgih Jalu (Universitas Diponegoro).
“Ada 10 Desa Berdikari Energi di Indonesia, mitra binaan Pertamina yang kami dampingi. Dua di antaranya ada di Kabupaten Magelang yaitu Desa Wringinputih dan Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, memanfaatkan PLTS masing-masing berkapasitas 1,32kWp atau setara 1.200 Watt,” terang Zagy, mahasiswa tingkat akhir jurusan Teknik Mesin ITB ini.
Uji coba PLTS di dua desa itu, lanjut Zagy, harapannya bisa mengedukasi masyarakat bahwa energi bersih bisa menopang aktivitas harian. Bahkan, pemanfaatan PLTS ini bisa lebih luas seperti untuk irigasi sawah yang tidak terjangkau jaringan listrik PLN sehingga tetap berproduksi selama satu tahun.
“Saat membangun (PLTS), kami melibatkan dan berinteraksi dengan masyarakat. Ternyata mereka tidak tahu apa itu panel surya. Tapi ketika kami beritahukan kalau manfaatnya baik, responnya positif. Pesan inilah yang ingin kami sampaikan ke masyarakat, kalau mereka bisa hidup bersama energi bersih,” imbuhnya.
Mutiara Bening, salah satu anggota tim inti konstruksi menjelaskan, sepekan terakhir, pemanfaatan PLTS ongrid ini sudah diujicobakan untuk kebutuhan listrik Balkondes Karangrejo. PLTS portable tersebut mampu mengaliri listrik beberapa lampu, kompor induksi, kulkas dan air conditioner (AC).
“Sementara ini dimanfaatkan untuk kebutuhan listrik di dapur Balkondes. Ke depannya bisa dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan listrik warga sekitar,” kata Bening.
Adapun PLTS dipilih sebagai sumber energi lantaran potensi melimpah dan teknologi paling modular adalah panel surya. Lebih lanjut kelebihan PLTS yang terdiri dari empat modul panel surya tersebut dapat dipindah-pindah (portabel). PLTS diletakkan di atas tanah dengan elevasi 30 derajat, dan ke depannya sistem ongrid bisa diubah menjadi offgrid sehingga bisa dimanfaatkan pada malam hari. Selain itu investasi pemasangan PLTS relatif terjangkau yakni sekitar Rp 25 juta sampai Rp 30 juta.
Sementara itu, Muhammad Heli Rofikun, Kepala Desa Karangrejo, menjelaskan bahwa Desa Karangrejo menjadi penopang pariwisata Candi Borobudur. Balkondes juga menjadi salah satu andalan wisata Desa Karangrejo dalam memberikan penghasilan asli desa Pemerintah Desa Karangrejo.
Selain PLTS yang mendapat dukungan CSR Pertamina, Karangrejo juga mendapat fasilitasi jaringan gas (jargas) PGN. Jaringan pipa gas yang terpasang sepanjang 3.900 meter mampu menjangkau kebutuhan 204 sambungan jaringan gas bumi rumah tangga warga sekitar balkondes tepatnya di Dusun Kretek dan Bumen.