Kerja sama RI–Trina Solar akan perkuat industri panel surya dalam negeri

Jakarta – Pemerintah Indonesia menggandeng produsen global asal Tiongkok, Trina Solar, untuk memperkuat industri panel surya dalam negeri. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Kamis, 14 Agustus, menyebut kerja sama ini akan menjadi kunci membangun rantai pasok energi surya nasional yang lebih kuat dan mengurangi ketergantungan terhadap impor.

“Potensi energi surya Indonesia mencapai ribuan gigawatt. Jika ini tidak dioptimalkan, kita akan terus tertinggal. Karena itu, kita perlu menggandeng produsen besar seperti Trina Solar untuk mempercepat kemandirian energi,” ujar Bahlil dalam pertemuan bilateral di Tiongkok.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia menyimpan potensi energi surya hingga 3.294 Gigawatt Peak (GWp). Namun, hingga Desember 2024 pemanfaatannya baru sekitar 912 Megawatt (MW). Padahal, Presiden Prabowo Subianto telah menargetkan pembangunan 100 GW Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), termasuk program PLTS desa berbasis koperasi.

Salah satu fokus pembahasan adalah penguatan kerja sama dengan PT Trina Mas Agra Indonesia (TMAI), perusahaan patungan antara Trina Solar dan mitra lokal yang berdiri di Kawasan Ekonomi Khusus Kendal, Jawa Tengah. Didirikan pada 2023, TMAI menjadi pabrik sel dan modul surya terintegrasi tier-1 pertama di Indonesia, dengan kapasitas awal 1 GWp per tahun dan rencana ekspansi hingga 3 GW dalam 2–3 tahun mendatang. Teknologi yang digunakan mencakup i-TOPCon N-type, salah satu teknologi panel surya dengan efisiensi tinggi.

“Dengan kehadiran TMAI, kita bisa mengurangi ketergantungan impor komponen, mempercepat hilirisasi industri, dan menciptakan rantai pasok energi surya yang terintegrasi dari hulu ke hilir,” tegas Bahlil.

Selain memperluas kapasitas produksi, kerja sama dengan Trina Solar diharapkan membuka peluang transfer teknologi canggih, mulai dari riset dan pengembangan, manufaktur, hingga pemanfaatan solusi energi terintegrasi. Termasuk di dalamnya penggunaan sistem berbasis Internet of Things (IoT) dan penyimpanan energi melalui Battery Energy Storage System (BESS).

Menurut Bahlil, model ini mirip dengan langkah industrialisasi yang dilakukan sektor energi di negara lain.

“Kita ingin industri panel surya di Indonesia bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga bisa bersaing di pasar global,” ujarnya. (Hartatik)

Foto banner: Kelly/Pexels.com

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles