Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 Tahun 2025, yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta mendorong investasi di sektor energi hijau. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, dalam keterangannya, Rabu, 12 Maret, menegaskan bahwa regulasi ini merupakan langkah konkret pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi nasional yang lebih berkelanjutan.
“Dengan adanya aturan ini, diharapkan pelaku usaha dan investor mendapatkan kepastian dalam mekanisme jual beli listrik berbasis energi terbarukan, termasuk aspek kontrak, skema pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak,” ujarnya.
Regulasi ini akan menjadi acuan utama bagi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan para pengembang pembangkit listrik independen (Independent Power Producer/IPP) dalam menyusun perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBL). Aturan ini mengatasi tantangan yang selama ini dihadapi oleh sektor EBT, seperti ketidakpastian kontrak, negosiasi yang berlarut-larut, serta risiko finansial yang dihadapi pengembang akibat ketiadaan standar perjanjian yang jelas.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa regulasi ini diterbitkan sebagai jawaban atas berbagai kendala yang menghambat percepatan proyek energi hijau. “Selama ini, perbedaan interpretasi dalam kontrak sering kali menyebabkan proyek tertunda dan biaya transaksi meningkat. Dengan aturan yang lebih jelas, skema investasi menjadi lebih menarik bagi para pelaku usaha,” ungkapnya.
Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2025 memuat ketentuan rinci mengenai penyusunan dan perpanjangan PJBL, besaran jaminan pelaksanaan, serta perubahan harga untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Selain itu, regulasi ini juga mengatur aspek penting lainnya, seperti kepastian Commercial Operation Date (COD) untuk proyek PLTP, penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), serta hak atas nilai ekonomi karbon dari pembangkit berbasis EBT.
Lebih lanjut, regulasi ini juga memberikan ketentuan khusus bagi pembangkit listrik EBT yang memiliki fasilitas penyimpanan energi, serta mekanisme refinancing guna memastikan kelangsungan proyek-proyek yang telah berjalan. Dengan adanya aturan ini, pemerintah berharap dapat mempercepat transisi energi bersih sekaligus menarik lebih banyak investasi di sektor EBT.
“Investasi di energi terbarukan bukan hanya soal keberlanjutan, tetapi juga strategi jangka panjang untuk menciptakan ketahanan energi nasional yang lebih stabil dan kompetitif,” tambah Eniya. (Hartatik)
Foto banner: Gambar dibuat menggunakan OpenAI DALL·E via ChatGPT (2024)