Jakarta – Kenaikan suhu global yang terus berlangsung dikhawatirkan bukan hanya menjadi ancaman ekologis, tapi juga bom waktu bagi perekonomian dunia. Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari University of New South Wales (UNSW Sydney) mengungkap bahwa apabila suhu bumi meningkat hingga 3 derajat Celsius dibandingkan masa pra-industri pada akhir abad ini, maka Produk Domestik Bruto (PDB) dunia dapat anjlok hingga 40 persen.
Timothy Neal, peneliti utama studi tersebut, dikutip dari Energy Live News, Senin, 7 April, mengatakan bahwa studi mereka menemukan dampak perubahan iklim terhadap perekonomian jauh lebih besar daripada yang selama ini diperkirakan – tidak hanya masalah lingkungan, tetapi ancaman nyata terhadap stabilitas ekonomi global.
Berbeda dari pendekatan lama, penelitian ini menggunakan model ekonomi yang memasukkan keterhubungan global dalam rantai pasokan, perdagangan, dan produksi pangan. Model-model sebelumnya cenderung mengasumsikan bahwa negara hanya terkena dampak dari cuaca ekstrem di wilayahnya sendiri. Akibatnya, banyak analisis lama meremehkan kerugian ekonomi dari krisis iklim.
Sebagai perbandingan, proyeksi terdahulu menyebutkan bahwa pemanasan global 3 derajat hanya akan menurunkan ekonomi dunia sebesar 11 persen. Namun pendekatan baru dari tim Neal menunjukkan bahwa ketika jaringan ekonomi global terganggu secara bersamaan oleh bencana iklim—seperti banjir, kekeringan, badai, dan gelombang panas—skala kehancurannya jauh lebih besar dan terjadi di hampir semua wilayah dunia.
Temuan studi tersebut menunjukkan bahwa tdak ada negara yang bisa selamat dari efek ekonomi perubahan iklim ini. Termasuk negara-negara beriklim dingin seperti Rusia atau kawasan Eropa Utara, yang selama ini diyakini akan mendapat manfaat dari pemanasan global. Menurut studi tersebut, pemanasan global memperbesar kemungkinan terjadinya bencana-bencana tersebut secara bersamaan di berbagai belahan dunia, sehingga mengurangi kapasitas pemulihan ekonomi secara drastis.
Temuan ini juga menantang pandangan lama bahwa upaya agresif dalam mengurangi emisi dapat merugikan pertumbuhan ekonomi. Dalam banyak model sebelumnya, target kenaikan suhu hingga 2,7 derajat Celsius masih dianggap bisa diterima secara ekonomi. Namun Neal menegaskan bahwa skenario ideal justru adalah menahan kenaikan suhu di bawah 1,7 derajat Celsius, mendekati target ambisius Perjanjian Paris.
Studi ini menjadi peringatan serius bahwa biaya dari kegagalan mengendalikan perubahan iklim jauh melebihi ongkos transisi menuju energi bersih. Saat dunia terus menunda aksi iklim konkret, konsekuensinya tidak lagi bersifat spekulatif—tetapi sangat nyata dan dapat menghapus sebagian besar nilai ekonomi global dalam beberapa dekade mendatang. (Hartatik)
Foto banner: Gambar dibuat menggunakan OpenAI DALL·E via ChatGPT (2024)