
JAKARTA – Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa potensi besar energi terbarukan Indonesia perlu didukung investasi besar, transfer teknologi, dan pendanaan, demikian pernyataannya saat membuka Sidang Inter-Parlimentary Union (IPU) ke-144 di Bali International Convention Centre (BICC) The Westin, Nusa Dua, Bali, Minggu (20/3).
Presiden menyatakan Indonesia memiliki potensi besar EBT, mulai dari potensi energi hidro dari 4.400 sungai, potensi energi geotermal sebesar 29 ribu megawatt, tenaga angin, arus bawah laut, hingga energi matahari yang melimpah.
“Saya sangat menghargai bila seluruh parlemen yang ada di negara-negara anggota IPU bisa memobilisasi bersama-sama dengan pemerintah sehingga muncul sebuah keputusan, muncul sebuah aksi yang betul-betul nyata dan konkret sehingga bisa dilaksanakan di lapangan,” ungkapnya.
Praktik transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) bagi negara berkembang bukanlah perkara mudah. Meski isu perubahan iklim sangat sering dibicarakan di dalam pertemuan-pertemuan global, namun aksi nyata belum terasa bagi masyarakat dunia.
“Jangan lupakan kita menghadapi sebuah hal mengerikan. Kalau kita tidak berani memobilisasi kebijakan-kebijakan, baik itu di parlemen maupun di pemerintah, yaitu adalah perubahan iklim. Hal yang sering kita lakukan, sering kita bicarakan, sering diputuskan di dalam pertemuan-pertemuan global, tetapi aksi lapangannya belum kelihatan,” ujar Presiden Joko Widodo.
Apalagi kini seluruh dunia sedang berupaya bangkit di tengah kondisi yang tidak pasti akibat pandemi Covid-19. Perubahan iklim, disrupsi teknologi, adaptasi regulasi yang kalah cepat dari gerak inovasi teknologi, hingga inflasi menjadi tantangan besar bagi masyarakat global.
“Pandemi Covid-19 mendisrupsi semua hal yang sebelumnya tidak pernah kita kira. Kita rasakan langkanya energi, kenaikan harga pangan, kelangkaan kontainer dalam mengirim logistik yang ada, dan terjadinya kenaikan inflasi hampir di semua negara sehingga rakyat kesulitan menjangkau harga-harga yang naik,” ungkapnya.
Dalam rangkaian acara parlemen sedunia yang bertajuk ‘Getting to Zero: Mobilizing Parliament to Act on Climate Change’, Presiden mendorong semua pihak memobilisasi pendanaan iklim. Tanpa pendanaan tersebut dampak perubahan iklim akan sulit untuk diantisipasi.
“Ini harus segera kita selesaikan. Seperti, investasi untuk renewable energy. Kemudian yang yang berkaitan dengan transfer teknologi. Kalau ini tidak riil dilakukan, sampai kapan pun saya pesimistis yang namanya perubahan iklim ini betul-betul tidak bisa kita cegah,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani dalam sambutannya, menyebut bahwa butuh 100 miliar USD per tahun untuk memobilisasi aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Oleh karena itu, Puan mendesak forum parlemen dunia perlu memenuhi janjinya mengalokasikan anggaran untuk aksi iklim.
Aksi nyata itu, lanjut Puan, mutlak dilakukan guna menyelamatkan dunia dari dampak perubahan iklim yang banyak menyebabkan bencana.
“Kita harus merealisasikan komitmen pembiayaan perubahan iklim sebesar 100 miliar US dolar per tahun, dan kita harus mendukung transisi energi bersih dengan transfer teknologi dan investasi,” ucapnya.
Untuk mencapai hal itu, Puan menekankan kepada anggota parlemen internasional untuk memperkuat kemitraan global dan multilateralisme.
Selain itu, perlunya mengubah komitmen pada berbagai kesepakatan internasional menjadi aksi nyata di dalam negeri. Lalu membangun culture of peace berupa penyelesaian masalah dengan dialog dan toleransi, dan meninggalkan kekerasan.
“Perlunya parlemen berperan aktif menjembatani perbedaan antarnegara dan berupaya membangun saling kepercayaan,” tukasnya. (Hartatik)