Izin pertambangan seluas 3,1 juta hektar dicabut

Jakarta – Dalam rangka penataan lahan, belum lama ini pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) sebanyak 2.065 izin, seluas 3,1 juta hektar, menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam jumpa pers, Jumat (12/8).

“Menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo, pencabutan (IUP) ribuan perusahaan tambang ini karena tidak kunjung menjalankan usahanya. Padahal sudah mengantongi IUP,” ungkap Bahlil.

Lebih lanjut, Bahlil merinci pencabutan izin dari 2.078 IUP, yang sudah tercabut sebanyak 2.065 izin atau 98,4% sebesar 3.107.708,3 hektar. Jumlah itu terdiri atas 306 IUP batubara seluas 9.413 hektar, 307 IUP timah seluas 445.352 hektar, dan 106 IUP nikel seluas 182.094 hektar.
Lalu, 71 IUP emas seluas 544.708 hektar,54 IUP bauksit seluas 356.328 hektar dan 18 IUP tembaga seluas 70.663 hektar. Selain itu ada 1.203 IUP mineral lainnya seluas 599.126 hektar yang dicabut. Mineral lainnya ini termasuk dengan galian C.

Bahlil mengatakan, dari total 2.078 IUP yang dicabut, pemerintah memberikan ruang bagi pengusaha untuk melakukan keberatan. Tercatat, sudah ada sekitar 700 IUP lebih keberatan. Dari jumlah keberatan tersebut, pemerintah pada tahap awal melakukan verifikasi atas 200 IUP pertama.

“Dari 200 IUP pertama yang dilakukan verifikasi, ada 75 izin sampai 80 izin yang kami akan pulihkan kembali,” terang Bahlil. Ditegaskannya, jika nanti ketika verifikasi ditemukan bahwa izin-izin itu sudah berjalan dan berproduksi, atau ada kekhilafan dari pemerintah, maka pemerintah akan melakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Terpisah, Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno menyampaikan kurang setuju dengan cara pencabutan tanpa mempertimbangkan penyebab tidak ada aktivitas. Ia mengatakan, IUP yang dicabut pada umumnya sudah menanam uang Investasi.

Djoko menambahkan, sebagian besar pemegang IUP telah mengeluarkan uang yang banyak untuk izin-izin terkait. Sedangkan terkait adanya pemegang IUP yang menjaminkan izinnya ke perbankan, Djoko mengatakan, umumnya mereka pemodal tanggung. Sehingga mencari pendanaan dari funder, bank dan lembaga keuangan lain.

“Kalau usahanya dijaminkan kan harusnya boleh, tapi mineral dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan bangsa, tidak boleh ikut dijaminkan. Tapi perusahaan besar boleh pinjam uang. Di sini ada diskriminasi,” ungkap Djoko. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles