Jakarta – Indonesia menjadi salah satu negara yang berkomitmen dalam pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), yakni hingga 41% dengan dukungan internasional pada 2030 mendatang dibandingkan praktik biasa. Indonesia juga sudah menyampaikan dokumen Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) tahun 2050.
“Berdasarkan dokumen LTS-LCCR, puncak emisi GRK Indonesia dirancang terjadi pada 2030 sebanyak 1.244 juta ton setara karbon dioksida (CO2e). Kemudian (ditargetkan) turun menjadi 540 juta CO2e pada 2050 dan diproyeksikan bisa mencapai Net Zero Emission pada 2060,” ujar tersebut Plt Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruandha Agung Sugadirman dalam rilis tertulis, Senin (16/5).
Lebih lanjut, Ruandha menyampaikan, Net Zero Emission merupakan kondisi di mana penyerapan GRK lebih tinggi dibandingkan emisinya.
Pencapaian target tersebut, ditunjang dari aktivitas dekarbonisasi dari sektor energi, industri, transportasi, pertanian dan pengelolaan limbah dan sampah. Selanjutnya, 60% dari target tersebut akan bersandar pada sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forest and Other Land Use/Folu).
“Indonesia berkomitmen untuk mencapai Folu Net Sink pada 2030 atau berarti penyerapan GRK sudah sama atau lebih banyak dibandingkan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan,” imbuhnya.
Dalam Folu Net Sink, penyerapan GRK dari sektor kehutanan ditargetkan sebesar 140 juta ton CO2e dan kemudian meningkat menjadi 304 juta ton setara CO2 pada tahun 2050.
Untuk memastikan Folu Net Sink tercapai, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah menandatangani dokumen Rencana Operasional Indonesia Folu Net Sink 2030. Adapun untuk mencapai Folu Net Sink dibutuhkan investasi sebesar14,57 miliar USD atau sekitar Rp 204 triliun. Kebutuhan pembiayaan tersebut berasal dari berbagai sumber konvensional seperti APBN, APBD dan investasi swasta. Dalam hal ini, keterlibatan semua aktor non-pemerintah harus dilakukan termasuk mengundang sektor swasta untuk berinvestasi pada aksi-aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Sebagaimana hal itu menjadi pembahasan saat penyerahan tongkat estafet Presidensi COP UNFCCC dari pemerintah Kerajaan Inggris ke pemerintah Mesir di perhelatan the 17th Sessions United Nation Forum on Forest (UNFF-17) di markas besar PBB, New York, 10 Mei 2022.
“Pengendalian perubahan iklim tidak bisa dilakukan sendirian dan sesungguhnya merupakan proses multilateral,” beber Ruandha.
Sementara itu, terkait dengan aksi yang dilakukan oleh Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim, Indonesia sudah melakukan sejumlah aksi konkret dalam pengendalian perubahan iklim. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (Aphi) Indroyono Soesilo mengatakan, pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan siap mendukung tercapainya Indonesia Folu Net Sink.
Komitmen pelaku usaha karena berdasarkan perhitungan dan kebutuhan investasi sebesar 14,5 miliar USD sebesar 55% atau sekitar 8 miliar USD harus dimobilisasi swasta. (Hartatik)