Jakarta – Indonesia bersiap untuk melakukan perdagangan karbon perdananya, yang akan dimulai pada minggu terakhir bulan September, sebuah platform bagi perusahaan-perusahaan dan lembaga-lembaga keuangan untuk mengimbangi emisi mereka sambil menyalurkan dana bagi inisiatif-inisiatif penurunan karbon, demikian dilaporkan kantor berita Reuters.
Indonesia, yang berada di peringkat sepuluh besar penghasil emisi gas rumah kaca global, tetap berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2060. Pasar karbon yang diusulkan dibayangkan sebagai alat penting untuk membiayai solusi iklim.
Mahendra Siregar, kepala Otoritas Jasa Keuangan, dalam sebuah seminar mengatakan bahwa peluncuran bursa karbon dijadwalkan pada tanggal 26 September. Rencana Pemerintah berkisar pada perdagangan sertifikat kredit karbon, yang dikeluarkan untuk aktivitas atau proyek yang bertujuan untuk menghilangkan karbon dari atmosfer atau untuk perusahaan-perusahaan yang mematuhi batas polusi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Untuk memfasilitasi inisiasi perdagangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menunjuk empat auditor yang bertugas memverifikasi kegiatan pengurangan karbon, seperti yang disampaikan oleh Wahyu Marjaka, Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional, dalam seminar yang sama. Lebih jauh lagi, telah dikonfirmasi bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) akan mengambil peran sebagai operator perdagangan karbon, seperti yang diumumkan oleh pihak berwenang dalam sebuah pernyataan.
Jakarta sebelumnya telah mengambil langkah signifikan di bulan Februari dengan memperkenalkan tahap awal perdagangan karbon wajib, khususnya menargetkan pembangkit listrik tenaga batu bara. Awalnya, pemerintah bermaksud untuk menetapkan kuota polusi untuk industri yang menghasilkan banyak emisi karbon dan mengenakan pajak kepada perusahaan-perusahaan yang melebihi batas tanpa adanya penyeimbangan karbon. Namun, karena kekhawatiran akan potensi dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, rencana pajak tersebut ditunda. (nsh)