Jakarta – Indonesia perlu menambah kapasitas sekitar 700-800 megawatt (MW) setiap tahun hingga 2035 untuk mengejar target ambisius untuk mencapai kapasitas pembangkit listrik panas bumi sebesar 10,5 gigawatt (GW) pada tahun 2035. Saat ini, kapasitas terpasang energi panas bumi baru mencapai sekitar 2,6 GW atau sekitar 11% dari total potensi sumber daya panas bumi Indonesia yang mencapai 24 GW.
Dalam ajang The 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024 yang berlangsung di Jakarta Convention Center, 18-20 September, Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE), Julfi Hadi, menekankan bahwa meskipun panas bumi memiliki potensi besar sebagai sumber energi bersih dan dapat diandalkan, tantangan utama terletak pada keekonomian proyek.
“Untuk mencapai target 10,5 GW pada tahun 2035, kita perlu menambah kapasitas setidaknya 700 hingga 800 MW setiap tahun. Namun, tantangan terbesarnya adalah bagaimana membuat proyek ini layak secara ekonomi tanpa meningkatkan harga listrik,” jelas Julfi dalam keterangan tertulis, Kamis, 19 September.
Proyek perlu skalabilitas dan teknologi
Julfi mengungkapkan bahwa saat ini, panas bumi baru dikembangkan sekitar 2,6 GW dari total potensi sumber daya 24 GW yang dimiliki Indonesia. Sebagai salah satu negara dengan cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan energi terbarukan ini, namun strategi khusus diperlukan agar proyek-proyek panas bumi bisa lebih ekonomis dan menarik bagi investor.
“Adopsi teknologi terbaru dan peningkatan skala operasi merupakan langkah penting untuk menekan biaya produksi. Hal ini akan membantu meningkatkan daya tarik komersial proyek-proyek panas bumi tanpa perlu menaikkan tarif listrik,” tambah Julfi.
Dalam forum yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan industri energi panas bumi, termasuk perwakilan pemerintah dan sektor swasta, Julfi juga menyoroti pentingnya kolaborasi untuk mempercepat pengembangan energi panas bumi di Indonesia.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Untuk mempercepat pengembangan ini, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, pengembang, dan para pemangku kepentingan lainnya,” ujarnya.
PGE, sebagai salah satu pemain utama di industri ini, telah menunjukkan kapasitasnya dalam mendukung pengembangan energi panas bumi.
“PGE memiliki sumber daya sekitar 3 GW di wilayah kerjanya, di mana 60% di antaranya merupakan aset panas bumi berkualitas tinggi. Dengan kapasitas tersebut, PGE siap mendukung percepatan pengembangan panas bumi di Indonesia,” kata Julfi.
Selain itu, PGE juga berupaya meningkatkan kandungan lokal dalam proyek pengembangan panas bumi dengan bekerja sama dengan perusahaan dalam negeri untuk manufaktur komponen utama seperti heat exchanger dan cooling tower. Hal ini diharapkan dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan nilai tambah industri dalam negeri.
Dukungan insentif
Dukungan dari pemerintah, baik dalam bentuk insentif fiskal maupun non-fiskal, juga dinilai sangat penting untuk mempercepat pengembangan energi panas bumi. Insentif seperti mekanisme cost recovery diharapkan dapat mengurangi risiko investasi awal yang tinggi dan mendorong lebih banyak pengembang untuk terlibat dalam proyek-proyek panas bumi.
“Pemerintah telah menunjukkan komitmen yang kuat untuk mendukung pengembangan energi panas bumi, dan kami berharap dukungan ini terus berlanjut dalam bentuk kebijakan dan insentif yang memadai,” kata Julfi.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa panas bumi memiliki peran penting dalam transisi energi nasional menuju target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
“Dengan potensi sumber daya yang besar, panas bumi harus menjadi salah satu pilar utama dalam upaya Indonesia meningkatkan porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional,” ujar Bahlil.
Namun, untuk mencapai hal tersebut, upaya peningkatan kapasitas pembangkit harus didorong lebih agresif. Selain itu, percepatan pengembangan energi panas bumi juga harus dibarengi dengan komitmen untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui akses energi bersih yang lebih luas.
Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, pengembang, dan sektor swasta, Indonesia optimistis mampu mencapai target 10,5 GW panas bumi pada tahun 2035, meskipun tantangan besar masih membayangi. (Hartatik)
Foto banner: Presiden Joko Widodo membuka ajang The 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024 yang digelar di Jakarta Convention Center, 18-20 September 2024. (Sumber: PGE)