Indonesia geser sumber impor LPG, LNG ke AS demi lolos dari tarif tambahan

Jakarta – Pemerintah Indonesia mengalihkan sumber impor gas minyak cair (LPG) dan gas alam cair (LNG) ke Amerika Serikat (AS), sebagai bagian dari upaya meredam potensi pemberlakuan tarif tambahan atas produk ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam, menyusul ketegangan dagang yang dipicu kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump.

“Ini adalah bentuk komitmen kita untuk menyeimbangkan neraca dagang dengan Amerika Serikat. Presiden (Prabowo Subianto) telah memberikan arahan agar kita menyesuaikan pola impor, salah satunya dengan realokasi pembelian LPG dan LNG dari negara lain ke AS,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Sarasehan Ekonomi, yang disiarkan secara streaming, Selasa, 8 April.

Airlangga menegaskan bahwa perubahan arah impor ini tidak akan meningkatkan total volume impor LPG dan LNG secara keseluruhan. Realokasi tersebut dilakukan dengan memindahkan sebagian pembelian dari negara-negara lain—seperti Uni Emirat Arab, Qatar, Arab Saudi, dan Aljazair—ke Amerika Serikat.

“Ini bukan tambahan, tapi hanya switch supplier. Jadi tidak akan membebani APBN, karena volume dan skema subsidinya tetap,” ucapnya.

Kebutuhan LPG domestik Indonesia mencapai sekitar 8 juta ton per tahun, sementara impor berkisar antara 6 hingga 7 juta ton per tahun. Beban subsidi energi untuk LPG saat ini tercatat sekitar Rp63,5 triliun dalam APBN.

Untuk LNG, impor dari Amerika Serikat telah berlangsung sejak September 2021 dan mencatatkan tren kenaikan dari tahun ke tahun. Kini, pemerintah berencana memperluas volume impor dari AS sebagai bagian dari strategi negosiasi dagang bilateral.

Selain sektor energi, pemerintah juga membuka opsi untuk meningkatkan impor produk agrikultura asal AS seperti gandum dan kedelai. Produk-produk ini dinilai tidak dapat diproduksi secara cukup di dalam negeri dan berasal dari negara bagian konstituen Partai Republik—yang saat ini menjadi basis kekuatan Presiden Trump.

“Presiden meminta agar kita mengimpor lebih banyak dari negara bagian konstituen Partai Republik, seperti gandum dan kedelai. Ini bagian dari diplomasi ekonomi yang cermat,” kata Airlangga.

Tak hanya itu, sektor manufaktur juga akan dilibatkan dalam manuver dagang ini. “Kita juga akan meningkatkan pembelian produk-produk engineering dari Amerika,” tambahnya.

Kebijakan realokasi impor ini muncul sebagai respons terhadap ancaman Trump yang berencana mengenakan tarif tambahan pada negara-negara dengan surplus dagang tinggi terhadap AS. Indonesia, yang masuk dalam radar tersebut, memilih jalur diplomasi ekonomi demi menjaga stabilitas ekspor.

“Kami ingin menjaga hubungan baik dengan AS tanpa mengorbankan APBN. Oleh karena itu, pendekatannya adalah negosiasi dan penyesuaian kebijakan perdagangan,” ujar Airlangga.

Langkah ini menunjukkan bagaimana geopolitik global dan dinamika perang dagang mendorong negara-negara seperti Indonesia untuk lebih adaptif dan strategis dalam menjaga keseimbangan ekonomi nasional. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat menggunakan OpenAI DALL·E via ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles