Indonesia dan Singapura gelontorkan Rp 163 triliun untuk panel surya dan CCS

Jakarta – Dalam langkah kolaboratif yang ambisius, Indonesia dan Singapura resmi menggelontorkan investasi senilai lebih dari USD 10 miliar atau sekitar Rp 163 triliun untuk mempercepat transisi menuju energi bersih, menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Senin, 16 Juni. Investasi jumbo ini difokuskan pada tiga proyek utama yakni pembangunan panel surya skala besar, pengembangan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS), dan pembentukan kawasan industri hijau terintegrasi.

Tiga kesepakatan tersebut dituangkan dalam penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua negara, yang dilakukan di Kantor Kementerian ESDM RI, Jumat, 13 Juni, disaksikan langsung oleh Menteri ESDM Indonesia Bahlil Lahadalia dan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Gan Kim Yong.

Bahlil mengatakan, penandatanganan 3 MoU ini membawa keuntungan jangka panjang bagi kedua negara. “Nilai investasinya diperkirakan lebih dari USD 10 miliar, yang menunjukkan bahwa isu energi bersih kini menjadi titik temu antara diplomasi dan ekonomi.”

Dalam skema investasi ini, dana dibagi dalam tiga langkah strategis. Pertama, instalasi panel surya. Infrastruktur tenaga surya akan dikembangkan secara masif untuk menyuplai kebutuhan domestik dan ekspor listrik bersih ke Singapura melalui jaringan interkoneksi lintas batas.

Kedua, fasilitas CCS (Carbon Capture and Storage) atau penangkapan karbon akan diposisikan di lokasi-lokasi strategis, menjadikan Indonesia–Singapura sebagai pionir regional dalam teknologi pengurang emisi karbon untuk sektor industri berat.

Ketiga, zona industri hijau. Kawasan industri berstandar rendah karbon akan dibangun di Kepulauan Riau, menyatukan fasilitas manufaktur, rantai logistik, dan infrastruktur digital untuk mendukung ekonomi berkelanjutan.

Bahlil menambahkan bahwa proyek ini berpotensi menciptakan puluhan ribu lapangan kerja, mulai dari industri manufaktur panel surya dan Battery Energy Storage System (BESS), hingga ke operasionalisasi dan pemeliharaan.

“Dari sisi ekonomi, tambahan devisa diperkirakan bisa mencapai USD 6 miliar per tahun. Ini belum termasuk penerimaan negara dari sektor perpajakan yang nilainya bisa ratusan juta dolar,” katanya.

Tim khusus bentukan dua negara

Guna menjamin proyek ini berjalan lancar dan tepat waktu, kedua negara telah membentuk Satuan Tugas Energi Baru Terbarukan Lintas Batas (Satgas EBT). Satgas ini dipimpin langsung oleh Menteri ESDM Indonesia dan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura.

Adapun satgas akan mengawal rencana teknis pembangunan, skema pembiayaan proyek, dan pengawasan tata kelola kawasan industri hijau berkelanjutan.

Langkah Indonesia dan Singapura ini menandai babak baru kerja sama energi di Asia Tenggara, dengan komitmen kuat menuju transisi energi yang adil, berkelanjutan, dan berdaya saing global.

“Ini bukan sekadar investasi, tapi simbol bahwa dua negara ASEAN mampu menjadi lokomotif perubahan menuju masa depan rendah karbon,” pungkas Bahlil. (Hartatik)

Foto banner: Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Lawrence Wong menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dengan Menteri Riset dan Teknologi Singapura Tan See Leng, Senin (16/6), di Singapura. (Sumber: Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden/BPMI)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles