Jakarta – Pemerintah akan membentuk badan khusus pengawasan LPG subsidi, yang akan diberi kewenangan dan struktur mirip Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa kajian mengenai lembaga tersebut sudah mengerucut ke dua opsi: membentuk lembaga ad hoc atau mendirikan badan permanen.
“Setelah dikaji kemungkinan besar masih tinggal dua, apakah ad hoc-nya yang kita bangun atau langsung badan khususnya,” ujar Bahlil dalam konferensi pers, akhir pekan lalu.
Reformasi besar dalam pengawasan penyaluran LPG subsidi 3 kilogram ini diambil menyusul pengalaman kelangkaan LPG pada awal 2025, serta ketimpangan mekanisme pengawasan jika dibandingkan dengan penyaluran BBM subsidi.
Bahlil menyoroti ketimpangan serius dalam sistem pengawasan subsidi energi saat ini. Menurutnya, BBM bersubsidi dengan nilai antara Rp135 triliun hingga Rp170 triliun diawasi oleh lembaga khusus seperti BPH Migas. Sementara itu, LPG subsidi senilai Rp80 triliun hingga Rp87 triliun hanya diawasi oleh unit kecil di Kementerian ESDM.
“Masa penyaluran BBM Rp170 triliun diawasi oleh badan (BPH Migas), sementara LPG Rp87 triliun hanya diawasi oleh pejabat eselon II dan tim kecil tujuh orang? Ini tidak fair,” tegasnya.
Karena itu, Bahlil menekankan bahwa struktur pengawasan untuk LPG subsidi harus diperkuat, apalagi mekanisme distribusi baru sedang disiapkan untuk memastikan subsidi benar-benar tepat sasaran.
Masalah serius sempat mencuat pada Februari 2025, ketika pengecer dilarang mengambil LPG subsidi secara langsung. Kebijakan tersebut menyebabkan distribusi terganggu dan kelangkaan LPG terjadi di berbagai wilayah, memicu antrean dan kepanikan warga.
“Regulasinya mungkin benar, tapi kalau pengawasannya lemah, akan selalu ada potensi kekisruhan. Februari lalu sudah cukup jadi pelajaran. Saya tidak mau kecolongan lagi,” ujar Bahlil dengan tegas.
Pemerintah kini disebut tengah melakukan persiapan matang untuk pembenahan sistem distribusi LPG, termasuk membangun mekanisme berbasis data dan identifikasi penerima manfaat yang lebih akurat.
Langkah pembentukan badan ini dinilai penting bukan hanya untuk efisiensi anggaran, tetapi juga untuk menjaga stabilitas pasokan dan keadilan distribusi energi bagi masyarakat miskin dan rentan. (Hartatik)
Foto banner: shutterstock