Jakarta – tanahair.net, mitra media Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024, baru-baru ini menyelenggarakan kuis di platform ini. Kami ucapkan selamat kepada Bramanto Geritno, Rahmi Kasri dan Firdaus Cahyadi sebagai pemenang yang terpilih dan berhak mendapatkan hadiah berupa tiket masuk ke acara tersebut. Ketiga peserta menjawab pertanyaan: Langkah-langkah penting apa yang harus diprioritaskan oleh pemerintah Indonesia yang baru untuk mempercepat transisi energi dalam lima tahun ke depan?
Perspektif Bramanto Geritno
Bramanto membuka diskusi dengan merujuk pada Peraturan Menteri ESDM No. 13/2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, dan menyarankan agar pemerintah baru Indonesia dapat menerapkan strategi jangka pendek untuk mempromosikan energi fosil yang lebih bersih.
“Implementasinya, yaitu dengan membuat perhitungan emisi karbon dalam metode kerja/eksplorasi,” jelasnya. “Hasil perhitungan emisi karbon yang paling rendah dan kredibel menjadi salah satu parameter dalam pemilihan kontraktor pemenang.”
Bramanto menyarankan strategi jangka menengah melalui komitmen alokasi anggaran yang transparan, dengan menekankan tanggung jawab sosial dan diversifikasi energi bersih. Ia mengusulkan “Membangun diversifikasi sumber energi bersih non-fosil dengan sumber daya lokal melalui pengembangan UKM lokal dan pemanfaatannya bagi masyarakat di sekitar eksplorasi. ”
Strategi jangka panjang yang perlu dilakukan adalah membangun ekosistem yang mendukung melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan penekanan pada sosialisasi, pendampingan, dan pendanaan untuk masuk ke Pasar Karbon Internasional. “Strategi ini merupakan bentuk integritas untuk menyukseskan konsensus global dalam isu perubahan iklim, di mana pertumbuhan ekonomi dapat berperan langsung dalam menyelamatkan ekosistem akibat pemanasan global,” kata Bramanto.
Namun, Manajer Riset Institute for Essential Services Reform (IESR) Raden Raditya Yudha Wiranegara, mengajukan pertanyaan kritis, menanyakan apakah perhitungan ini mempertimbangkan ladang-ladang minyak dan gas yang sudah ada atau hanya ladang-ladang yang baru, dan mempertanyakan kurangnya contoh-contoh yang spesifik. “Bagaimana program CSR akan berlanjut setelah perusahaan selesai beroperasi?” tanyanya, menyuarakan keprihatinannya tentang apakah aset-aset yang ditinggalkan dapat berkembang biak karena masyarakat penerima manfaat yang kurang siap.
Seruan Rahmi Kasri untuk akses energi yang inklusif
Rahmi Kasri menekankan pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-7, yang menyerukan akses terhadap layanan energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan, dan modern untuk semua. Rahmi berpendapat bahwa pembangunan yang berkeadilan membutuhkan tindakan afirmatif yang terstruktur dari pemerintah melalui peraturan dan kebijakan yang mendorong infrastruktur terbarukan dan memberikan insentif kepada pemerintah daerah dan masyarakat.
“Pemerintah perlu melakukan pemetaan pemangku kepentingan agar semua dapat terlibat secara aktif,” jelas Rahmi, seraya menambahkan bahwa hal ini membutuhkan peningkatan kesadaran yang inklusif dan mobilisasi seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok-kelompok rentan.
Namun, Raditya mempertanyakan apakah insentif saja sudah cukup tanpa memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah. “Sebagai contoh, Provinsi Banten, provinsi yang menjadi lumbung listrik sistem Jamali karena banyaknya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang beroperasi… mereka ingin meningkatkan bauran energi terbarukan, tetapi tidak memiliki wewenang untuk mencegah atau menghentikan operasi PLTU,” katanya.
Rahmi menjelaskan bahwa transisi masyarakat yang bergantung pada bahan bakar fosil akan membutuhkan persiapan yang komprehensif untuk mata pencaharian dan dukungan pemerintah yang berkelanjutan. “Agar menjadi budaya dan berkelanjutan, pemerintah dengan dukungan semua pihak perlu memantau, mengevaluasi, melakukan perbaikan, dan memberikan insentif terhadap perubahan baik yang telah terjadi,” tambahnya, seraya menyerukan perlunya inklusivitas dalam perencanaan dan implementasi.
Visi Firdaus Cahyadi untuk transisi energi yang berkeadilan
Firdaus Cahyadi menggarisbawahi pentingnya transisi energi yang adil, mendorong kebijakan yang mengakui dimensi lingkungan dan sosial. Rekomendasi Cahyadi termasuk menghentikan konsesi batu bara untuk organisasi keagamaan, membatasi kredit untuk sektor fosil, dan memperluas insentif untuk proyek-proyek energi terbarukan berskala komunitas.
“Pemerintah baru harus lebih serius tentang transisi energi yang adil,” Firdaus menekankan, mengadvokasi langkah-langkah seperti menegosiasikan kembali pendanaan JETP (Just Energy Transition Partnership) untuk meminimalkan utang luar negeri dan meninjau ulang proyek-proyek energi terbarukan berskala besar untuk mengatasi potensi risiko hak asasi manusia dan lingkungan.
Keragaman perspektif menggarisbawahi kompleksitas transisi energi di Indonesia. Meskipun para peserta sepakat akan perlunya strategi yang terstruktur, transparan, dan berkeadilan, mereka menyoroti beberapa hal yang berbeda, mulai dari reformasi regulasi dan pemberdayaan pemangku kepentingan hingga pentingnya transisi yang adil. (nsh)