Harga minyak dunia meroket, subsidi energi capai Rp 21,7T

Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan peningkatan realisasi subsidi energi pada Februari 2022 dalam siaran konferensi pers APBN Kita secara streaming, Senin (28/3). (Foto: Hartatik)

Jakarta – Harga minyak dunia yang meroket setahun terakhir membuat subsidi energi (BBM, elpiji, hingga listrik) membengkak pada Februari 2022. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melaporkan realisasi subsidi energi tersebut mencapai Rp 21,7 triliun atau 11,3 persen terhadap APBN.

Naiknya subsidi energi selain karena peningkatan harga minyak dunia, disebabkan peningkatan volume konsumsi BBM, elpiji dan listrik seiring meningkatnya aktivitas masyarakat. Lebih lanjut, Menkeu merinci subsidi energi senilai Rp 21,7 triliun itu terdiri atas subsidi regular energi tahun ini sebesar Rp 11,48 triliun dan kurang bayar tahun sebelumnya Rp 10,7 triliun.

Tercatat, volume BBM yang disubsidi melonjak menjadi 1,39 juta kiloliter dari 1,18 juta kiloliter di periode yang sama tahun 2021. Sementara itu, volume elpiji 3 kilo yang disubsidi naik jadi 632, 7 juta kilogram dari 603,2 juta kilogram. Lalu, pelanggan listrik subsidi naik menjadi 38,2 juta dari 37,2 juta di periode yang sama tahun lalu. Begitu juga pelanggan listrik subsidi naik menjadi 38,2 juta per Februari 2022 dari 37,2 juta di periode yang sama tahun lalu.

“Pemerintah masih memiliki utang sebesar Rp 109 triliun kepada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Utang ini merupakan biaya kompensasi yang belum dibayarkan pemerintah hingga akhir 2021,” terang Sri Mulyani dalam dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (28/3).

Lebih lanjut, menurutnya, biaya kompensasi untuk Pertamina dan PLN membengkak karena tidak ada penyesuaian harga listrik dan BBM selama 2021. Sementara, harga komoditas terus meningkat.

Ia merinci sisa kewajiban pemerintah kepada Pertamina sebesar Rp 45,9 triliun pada 2020. Namun, pemerintah baru membayar sebesar Rp 30 triliun pada 2021, sehingga masih ada sisa sebesar Rp15,9 triliun. Kemudian, total utang pemerintah kepada PLN sebesar Rp 17,9 triliun pada 2020. Pemerintah sudah melunasi seluruh utang tersebut pada 2021.

“Dalam audit BPKP kami terima bahwa kompensasi melonjak yaitu biaya BBM akan melonjak menjadi Rp 68,5 triliun dan listrik Rp 24,6 triliun. Jika hasil audit BPKP dan sisa utang pemerintah ditambah, maka totalnya menjadi Rp 109 triliun,” ungkapnya.

Menkeu menambahkan, harga komoditas global saat ini mengalami kenaikan yang signifikan. Hal ini tentunya akan berimbas pada kenaikan belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya belanja subsidi energi.

Namun begitu, ia menyebut, pemerintah belum mengambil langkah untuk menambah alokasi belanja subsidi energi imbas kenaikan harga komoditas ini. Keputusan tersebut akan diambil langsung dalam sidang kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles