Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengestimasikan 679 bangunan komersial harus melakukan manajemen energi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Kebijakan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2023 tentang Konversi Energi serbagai perubahan atas PP Nomor 70 Tahun 2023.
Tenaga Ahli Menteri Kementerian ESDM, Sripeni Inten Cahyani mengatakan, sesuai peraturan pemerintah tersebut bahwa bangunan dengan konsumsi energi lebih besar atau sama dengan 500 ton energi per tahun wajib melaksanakan manajemen energi.
“Jika kebijakan ini terealisasi dengan baik maka terjadi penghematan energi sebesar 66.000 ton CO2 (karbondikosida) per tahun atau setara Rp 900 miliar,” ujar Sripeni dalam keterangan resmi pada seminar di Pameran Refrigerasi dan HVAC Indonesia di Jakarta.
Adapun bentuk manajemen energi yang wajib dilakukan mencakup menunjuk manajer energi, menyusun program konservasi energi, melakukan audit secara berkala, melaksanakan rekomendasi hasil audit energi, dan melaporkan pelaksanaan manajemen energi.
Pada kesempatan itu, Presiden perkumpulan insinyur pemanasan dan pendinginan Amerika atau American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE) Indonesia Chapter, Herlin Herlianika mengungkapkan, sektor bangunan di Indonesia telah menyumbang 50 persen dari total pengeluaran energi dan lebih dari 70 persen konsumsi listrik secara keseluruhan.
Dari besarnya angka penggunaan energi di sektor bangunan ini, Indonesia telah berkontribusi terhadap 30 persen GRK. Dengan demikian konservasi energi bangunan juga perlu dilakukan
“Upaya ini sebagai salah satu upaya komitmen Indonesia untuk menurunkan GRK di sektor energi sebesar 358 juta ton CO2 atau 12,5 persen dengan kemampuan sendiri, atau 446 juta ton CO2 atau 15,5 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030 sesuai dokumen National Determined Contribution (NDC),” tukasnya. (Hartatik)
Foto banner: Sergei A/pexels.com