
JAKARTA – Dukungan pemerintah terhadap pemenuhan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) 23 persen pada 2025 dan Net Zero Emission (NZE) pada 2060 diberikan melalui pendanaan terhadap Development of Pumped Storage Hydropower in The Java-Bali System Project, menurut Kementerian Keuangan, Senin (14/3).
Terkait proyek energi hijau itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) melakukan teken Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri/Subsidiary Loan Agreement (PPLN/SLA). Direktur Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan Kemenkeu Hadiyanto mengungkapkan, total nilai pinjaman tersebut mencapai 610 juta USD. Pinjaman itu terdiri atas 380 juta USD dari Bank Dunia dan 230 USD dari AIIB.
“SLA merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan oleh PT PLN untuk membiayai proyek pembangunan pembangkit listrik di Indonesia, terutama pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan,” ujar Hadiyanto melalui rilis tertulis.
Lebih lanjut, ia menambahkan transisi energi bersih dan berkelanjutan juga menjadi salah satu topik penting yang diangkat pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022. Karena itu, menurutnya, untuk mendukung komitmen tersebut dan selaras dengan fokus Energy Transitions Working Group, isu pendanaan yang menjadi prioritas G20 dalam transisi energi dapat diatasi oleh sumber pembiayaan yang disediakan pemerintah dalam bentuk penerusan pinjaman luar negeri.
“Negara-negara anggota G20 memiliki tanggung jawab yang besar dan peran strategis dalam mewujudkan transisi menuju energi yang bersih dan berkelanjutan, mengingat negara-negara anggota G20 menyumbang sekitar 75 persen dari permintaan energi global,” kata Hadiyanto.
Hingga Desember 2021, pembiayaan EBT melalui SLA yang sudah disalurkan oleh Kemenkeu sebesar Rp 16,26 triliun. Secara lebih rinci, komitmen pembiayaan SLA untuk EBT yang belum disalurkan sebesar Rp 2,82 triliun. Sedangkan, pembiayaan EBT yang masih proses SLA dan LA sebesar Rp 13,66 triliun. Pembiayaan tersebut digunakan untuk proyek pembangunan PLTA dan geothermal, serta fasilitas pembiayaan hijau. SLA untuk pembiayaan di sektor energi tersebut disalurkan kepada PT PLN dan PT Pertamina serta PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI] yang merupakan lembaga pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur.
Hadiyanto berpesan kepada PT PLN agar melaksanakan proyek-proyek yang dibiayai oleh SLA ini dengan sebaik mungkin dan wajib menekan seminimal mungkin potensi keterlambatan dalam pelaksanaan pembangunan proyek dimaksud.
“Dengan dana yang begitu besar dan pekerjaan pembangunan PLTA Pumped Storage yang penuh tantangan, PT PLN (Persero) diminta membuat jadwal dan mengawasi secara ketat setiap pengerjaan proyek, dimulai sejak masa persiapan, pembangunan, hingga masa pemeliharaan proyek ini,” ujarnya. (Hartatik)