Jakarta – Dewan Energi Nasional (DEN) menegaskan pentingnya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai langkah strategis menuju transisi energi bersih dan pencapaian target net-zero emissions (NZE) pada 2060. Dalam forum Katadata Policy Dialogue: Arah Baru Sektor Energi dan Perumahan, Anggota DEN, Eri Purnomohadi, mengungkapkan bahwa revisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang mengatur PLTN akan menjadi prioritas pemerintah pada 2025.
“Kami berharap rancangan baru PP yang memungkinkan pengembangan energi nuklir bisa segera disepakati. Target kami, pada 2032 PLTN sudah bisa menjadi salah satu sumber energi utama di Indonesia,” ujar Eri, Rabu, 11 Desember.
Dalam aturan KEN yang saat ini berlaku, energi nuklir masih dipandang sebagai pilihan terakhir karena isu sensitivitas dan kekhawatiran masyarakat, terutama di Pulau Jawa. Namun, Eri menjelaskan bahwa perubahan mendasar dalam kebutuhan energi global dan komitmen Indonesia terhadap pengendalian perubahan iklim membuat nuklir menjadi tuntutan.
“Kita tak bisa terus bergantung pada energi fosil. Matahari dan angin memang merupakan solusi hijau, tetapi karena sifatnya intermiten, keduanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan beban dasar listrik,” jelasnya.
Lebih lanjut, menurutnya, energi beban dasar harus didukung oleh geothermal atau nuklir yang lebih stabil dan andal. Di sisi lain, pemerintah juga menghadapi tantangan rendahnya cadangan energi nasional. Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyebutkan bahwa cadangan energi Indonesia hanya mampu bertahan selama 20 hari, jauh di bawah negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan India, yang memiliki cadangan untuk lebih dari tiga bulan.
“Cadangan energi kita setara dengan Rp 70 triliun, tetapi ini masih tergolong kecil. Oleh karena itu, kami sedang menyusun model bisnis agar cadangan energi tidak menjadi aset pasif melainkan lebih produktif,” ungkap Dadan.
Pemerintah juga mulai melirik kerja sama energi lintas benua, termasuk pengembangan sektor minyak dan gas di Afrika Selatan dan Aljazair. Menurut Dadan, skema bagi hasil di negara-negara ini memungkinkan Indonesia memiliki hak penuh atas produksi migas, sehingga bisa memperkuat ketahanan energi nasional.
Pembangunan PLTN juga menjadi bagian dari upaya Indonesia untuk memenuhi komitmen global terhadap perubahan iklim.
“Kita dihadapkan pada tekanan internasional untuk beralih ke energi bersih sekaligus menjaga ketahanan energi domestik,” kata Eri.
Ia menambahkan bahwa transisi menuju energi bersih membutuhkan pendekatan bertahap, dengan gas alam sebagai energi peralihan sebelum nuklir dan energi hijau seperti matahari dan angin menjadi lebih dominan.
Dengan revisi PP KEN yang direncanakan rampung pada 2025, DEN optimistis PLTN bisa mulai dikembangkan dan menjadi andalan energi nasional dalam beberapa tahun ke depan.
“Ini bukan lagi sekadar wacana, tetapi kebutuhan mendesak,” tegas Eri.
Pemerintah berharap langkah ini dapat mengubah wajah sektor energi Indonesia, menjadikannya lebih berkelanjutan sekaligus mampu bersaing secara global.
“Pembangunan PLTN adalah komitmen jangka panjang untuk masa depan energi kita,” pungkasnya. (Hartatik)