BRIN: Pemanasan global picu cuaca ekstrem dan bencana hidrometeorologi di Indonesia

Jakarta – Para ahli dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan bahwa cuaca ekstrem dan sejumlah bencana hidrometeorologi di Indonesia memiliki keterkaitan yang signifikan dengan fenomena pemanasan global.

Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Albertus Sulaeman menyoroti bahwa pemanasan global bukan hanya memicu intensitas cuaca ekstrem tetapi juga mempengaruhi frekuensinya, menciptakan fenomena sebab akibat yang kompleks.

“Saat ini, cuaca ekstrem di laut memicu rouge waves, yang merupakan interaksi non-linier beberapa gelombang atmosfer. Gelombang ini belum bisa diprediksi dan menjadi perhatian nelayan,” ungkap Albertus dalam keterangan tertulis, saat menerangkan fenomena alam berupa gelombang besar di permukaan laut yang datang secara tiba-tiba dan membahayakan kapal laut.

Dia menekankan pentingnya penelitian mengenai fenomena ini dengan observasi langsung, khususnya pemasangan observasi laut melalui rig pengeboran yang sudah tidak beroperasi.

Upaya untuk memahami lebih baik cuaca ekstrem diharapkan dapat meningkatkan akurasi prediksi cuaca ekstrem di wilayah Indonesia, menjadi bagian dari strategi mitigasi dan adaptasi terhadap bencana hidrometeorologi serta perubahan iklim.

Ketua Kelompok Riset Interaksi Atmosfer-Laut dan Variabilitas Iklim BRIN, Erma Yulihastin, menggarisbawahi bahwa dunia hampir mencapai batas kenaikan suhu yang disepakati dalam Paris Agreement 2015.

“Kenaikan suhu global bulanan sudah mencapai 1,76 derajat Celsius pada September 2023, mendekati batas 2 derajat Celsius yang diinginkan,” ungkap Erma.

Para peneliti di BRIN menyoroti bahwa cuaca ekstrem, terutama di laut, berkaitan erat dengan parameter cuaca dan hidrodinamika seperti angin, arus laut, dan gelombang laut.

Peneliti Ahli Utama Oseanografi BRIN, Widodo Setiyo Pranowo menambahkan, bahwa pola angin monsun memiliki dampak langsung terhadap arus dan gelombang di permukaan laut. “Semakin kencangnya angin, kecepatan arus dan ketinggian gelombang dapat meningkat,” terang Widodo.

Meskipun Indonesia memiliki pelindung alami di lintang 5 derajat utara dan di lintang 10 derajat selatan sebagai pelindung dari lintasan angin siklon tropis, gelombang ekstrem tetap menjadi tantangan.

“Data historis dan pemantauan time series dari angin, arus, dan gelombang laut sangat penting. Kolaborasi antara riset gelombang laut oleh BRIN dan peramalan gelombang laut oleh BMKG akan meningkatkan informasi yang dibutuhkan oleh publik,” tambahnya.

Ini menekankan pentingnya kolaborasi antara riset dan operasional untuk menyediakan informasi yang akurat dan berguna bagi masyarakat Indonesia. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles