Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan permasalahan serius terkait mitigasi risiko dalam skenario transisi energi menuju net zero emission (NZE) pada 2060, termasuk kebijakan suntik mati PLTU. Temuan ini dapat berdampak pada pasokan listrik Indonesia, mengakibatkan potensi kekurangan energi.
Kepala BPK, Isma Yatun, menyampaikan hasil temuan ini dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I-2023 (IHPS). Pemeriksaan tersebut mencakup kinerja pengelolaan batubara, gas bumi, dan energi terbarukan dalam pengembangan sektor ketenagalistrikan, dengan fokus pada ketersediaan, keterjangkauan, dan keberlanjutan energi selama tahun anggaran 2020 hingga semester I tahun 2022.
Isma Yatun menyebut bahwa Pemerintah telah menyusun roadmap menuju NZE 2060 dan mengamankan pasokan batubara serta gas bumi untuk kepentingan dalam negeri. Namun, ia menyoroti bahwa mitigasi risiko terhadap skenario transisi energi belum sepenuhnya dilakukan.
Selain itu, kemajuan proyek Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dinilai rendah. Dengan demikian, berpotensi menimbulkan kekurangan pasokan di sebagian besar sistem kelistrikan nasional.
“Dalam IHPS itu disebutkan kebijakan pemerintah untuk mencapai bauran energi baru dan terbarukan (EBT) 23% akan meningkatkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan sebesar 118,15% yang sangat berpengaruh terhadap besaran subsidi dan kompensasi yang harus ditanggung oleh pemerintah,” ungkap Isma Yatun dalam keterangan resmi.
Kritik BPK terhadap kebijakan suntik mati PLTU ini menyoroti tantangan serius dalam mencapai target energi bersih, dengan potensi dampak pada keberlanjutan pasokan listrik dan beban finansial yang lebih tinggi bagi pemerintah. (Hartatik)
Foto banner: Ketua BPK RI Isma Yatun menyampaikan IHPS I Tahun 2023 kepada pimpinan DPR, di Jakarta. (Sumber: BPK RI)