Jakarta – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan bahwa perubahan iklim yang semakin nyata dan dampaknya yang kian dirasakan oleh sektor perkebunan sawit Indonesia, memerlukan strategi adaptasi dan penerapan aksi iklim yang tepat untuk menjaga produktivitas industri tersebut.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan dengan perubahan cuaca ekstrem yang kini semakin sering terjadi, mengharuskan industri sawit beradaptasi pada tantangan besar untuk tetap bertahan di tengah fluktuasi iklim yang sulit diprediksi.
“Perubahan iklim mempengaruhi seluruh wilayah perkebunan sawit kita, baik dalam hal produksi maupun keberlanjutan jangka panjang. Oleh karena itu, diperlukan pengamatan kebumian yang akurat dan penelitian ilmiah yang mendalam sebagai fondasi inovasi untuk meningkatkan produktivitas perkebunan sawit,” jelas Ardhasena dalam keterangannya, Senin, 7 Oktober.
BMKG, sebagai salah satu lembaga yang memiliki peran penting dalam memantau perubahan iklim, menyediakan berbagai produk informasi cuaca dan iklim yang relevan untuk membantu sektor perkebunan dalam membuat keputusan jangka panjang. Informasi ini mencakup prediksi iklim, analisis El Niño dan La Niña, serta data terkait yang dapat membantu perkebunan sawit dalam merespons perubahan iklim yang semakin tidak menentu.
“BMKG terus berkomitmen untuk menyediakan data dan informasi iklim yang dibutuhkan oleh pelaku usaha perkebunan. Kami berharap informasi ini dapat diakses dan dimanfaatkan secara optimal, sehingga para pelaku usaha dapat mengantisipasi dampak cuaca ekstrem serta fenomena iklim global,” tambahnya.
Selain mendukung dengan informasi, BMKG juga menjalin kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan pelaku usaha perkebunan, untuk memastikan data cuaca dapat diintegrasikan ke dalam strategi operasional dan adaptasi iklim mereka. Ardhasena menekankan bahwa pendekatan lintas disiplin sangat penting dalam mengatasi dampak perubahan iklim terhadap ekosistem dan produktivitas tanaman sawit.
“Kami perlu memahami secara komprehensif bagaimana ekosistem perkebunan merespons perubahan ini dan bagaimana tanaman sawit beradaptasi. Dengan berkolaborasi bersama para ahli dan sektor terkait, kita bisa merumuskan langkah yang lebih efektif dalam mengelola dampak iklim pada tanaman,” jelas Ardhasena.
BMKG mencatat tahun 2023 sebagai salah satu tahun terpanas dalam sejarah, dengan peningkatan suhu rata-rata global di atas 1,5 derajat Celsius selama 13 dari 14 bulan terakhir. Tren ini diperkirakan berlanjut pada 2024, yang berpotensi membawa tantangan tambahan bagi industri sawit dalam menjaga produktivitas di tengah perubahan iklim yang ekstrem. (Hartatik)