Jakarta – Pemerintah Indonesia menegaskan pentingnya mengurangi ketergantungan pada impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) demi menyehatkan neraca perdagangan negara. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan rencana ambisius pemerintah untuk membangun industri LPG domestik, guna menekan defisit yang selama ini terjadi akibat besarnya volume impor LPG.
“Kami berencana membangun industri LPG di dalam negeri dengan memanfaatkan potensi C3 (propane) dan C4 (butana) yang kita miliki. Ini langkah penting agar kita tidak terlalu bergantung pada impor,” ujar Bahlil dalam keterangan tertulis, Kamis, 12 September.
Saat ini, Indonesia mengeluarkan sekitar Rp450 triliun setiap tahun untuk impor minyak dan gas, termasuk LPG. Angka ini sangat besar dan memberikan tekanan pada neraca perdagangan serta devisa negara. Bahlil menegaskan bahwa membangun industri LPG dalam negeri adalah solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan tersebut.
“Jika kita bisa mengurangi impor LPG, otomatis beban devisa berkurang, dan itu berdampak positif bagi ekonomi kita,” tambahnya.
Selain membangun industri LPG, pemerintah juga tengah mempercepat pengembangan jaringan gas rumah tangga sebagai alternatif yang lebih efisien. Upaya ini dilakukan dengan membangun infrastruktur pipa gas dari Aceh hingga Pulau Jawa.
“Tujuan pembangunan pipa gas ini untuk memastikan ketersediaan energi bagi rumah tangga dan industri, terutama ketika ada kelebihan pasokan gas di suatu wilayah. Dengan jaringan ini, gas dari Sumatera bisa dikirim ke Jawa, atau sebaliknya,” jelas Bahlil.
Dalam rangka mendorong investasi di sektor minyak dan gas (migas), pemerintah juga berencana menyederhanakan regulasi perizinan yang dinilai terlalu rumit.
“Perizinan di sektor migas terlalu banyak, mencapai lebih dari 300 izin. Ini yang akan kita pangkas untuk memudahkan proses investasi,” ungkap Bahlil.
Selain pemangkasan perizinan, pemerintah akan menawarkan berbagai insentif menarik bagi para investor.
“Kami sedang merumuskan langkah-langkah yang dapat menarik investasi, termasuk memberikan ‘sweetener’ atau insentif yang mumpuni. Kami juga akan berdiskusi dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) untuk menciptakan kesepakatan yang saling menguntungkan,” tutup Bahlil.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat memperkuat industri energi dalam negeri sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor LPG, yang pada akhirnya akan menyehatkan neraca perdagangan dan menjaga kestabilan ekonomi nasional. (Hartatik)