Jakarta – Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) mendesak pemerintah agar segera membatalkan rencana impor migas dari Amerika Serikat setelah Presiden AS Donald Trump secara resmi mengabaikan negosiasi pemerintah Indonesia terkait tarif resiprokal.
“Kalau pemerintah AS sendiri tidak memberikan respek terhadap upaya diplomasi Indonesia, tidak ada alasan bagi kita untuk tetap melanjutkan pembelian energi dari mereka,” ujar Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal, Selasa, 8 Juli.
Menurutnya, nilai perdagangan migas Indonesia dengan AS sangat kecil, baik dari sisi ekspor maupun impor sehingga dampak tarif resiprokal yang mencapai 32% hampir tidak ada. AS tidak termasuk dalam lima besar mitra dagang utama Indonesia di sektor migas.
Dengan demikian, lanjut Moshe, tidak ada urgensi bagi Indonesia untuk tetap melanjutkan rencana impor minyak mentah dan LNG dari AS yang nilainya sangat besar.
Rencana impor energi dari AS capai IDR 251 triliun
Dalam negosiasi yang sebelumnya dilakukan, pemerintah Indonesia berencana mengalokasikan dana hingga USD34 miliar atau setara Rp551,1 triliun (kurs Rp16.209 per dolar AS) untuk impor dari AS. Dari total itu, sekitar USD15,5 miliar atau Rp251,24 triliun ditujukan untuk sektor energi, termasuk migas.
Indonesia tetap dikenakan tarif resiprokal sebesar 32%, dengan alasan hubungan dagang antara kedua negara belum mencerminkan asas timbal balik. Selain Indonesia, sejumlah negara lain juga terkena imbas kebijakan Trump, seperti Bangladesh (35%), Thailand dan Kamboja (36%), Bosnia (30%), dan Serbia (35%).
Moshe mengingatkan bahwa Indonesia tidak perlu bersikap lunak terhadap tekanan dari Washington. Menurutnya, justru Amerika membutuhkan posisi strategis Indonesia di kawasan Asia Tenggara untuk menjaga keseimbangan geopolitik, terutama dalam menghadapi pengaruh Cina dan Rusia.
Alih-alih meningkatkan impor dari AS, Moshe menyarankan agar pemerintah mulai memperluas kerja sama energi dengan negara lain yang lebih terbuka dan menghargai hubungan bilateral. Langkah ini, menurutnya, akan memberikan manfaat jangka panjang dan meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam perdagangan global. (Hartatik)
Foto banner: Kodda/shutterstock.com