Jakarta – Surat edaran soal larangan pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) melakukan atribut penjualan atribut Green Energy dalam bentuk Renewable Energy Certificate (REC) secara langsung ke pasar menuai reaksi dari asosiasi energi baru terbarukan.
Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Priyandaru Effendi mengatakan Senin (8/8), bahwa REC bisa diperjualbelikan dan merupakan hak pengembang menurut aturan main internasional. Bahkan sesuai aturan main internasional, mestinya jual beli REC menjadi hak developer karena mereka yang mengusahakan itu.
“Namun tidak menutup kemungkinan buyer juga mendapatkan bagian jika di dalam PPA diatur seperti itu,” ujar Priyandaru.
Menurut Priyandaru, pengembang sebenarnya bisa saja menjual REC tanpa hambatan.
“Pertanyaannya kalo PLN sekarang klaim, apakah PLN bisa menjualnya mengingat dibutuhkan biaya dan tenaga untuk melakukan proses sertifikasi,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), Zulfan Hilal menilai, karena REC merupakan produk baru, PLN dan IPP perlu duduk bersama untuk membahas REC agar regulasinya lebih jelas.
Adapun dalam surat edaran bernomor 43803/KEU.01.02/D01020300/2022 bertanggal 2 Agustus 2022, Manajemen PLN mengatakan bahwa penerbitan REC dan sumber pembangkit yang ada di sistem kelistrikan PLN (baik PLN maupun IPP) hanya dilakukan oleh PLN. Sementara itu, independent power producer (IPP) tidak diperkenankan melakukan penjualan atribut Green Energy dalam bentuk REC secara langsung ke pasar.
Menurut penjelasan manajemen, energi listrik yang dihasilkan oleh IPP, termasuk IPP renewable, disalurkan ke jaringan PLN dan dibayar oleh PLN atas setiap produksi kWh-nya berdasarkan kontrak perjanjian antara IPP dengan PLN.
“Seluruh listrik dibeli oleh PLN dan keekonomian proyek telah dijamin oleh PLN sehingga penerbitan REC dan sumber pembangit yang ada di sistem kelistrikan PLN (baik PLN maupun IPP) hanya dilakukan oleh PLN dan pihak IPP tidak diperkenankan melakukan atribut penjualan atribut Green Energy dalam bentuk REC secara langsung ke pasar,” demikian bunyi surat yang diteken oleh Executive Vice President IPP PLN I Nyoman Ngurah Widiyatnya tersebut.
Surat yang dibuat ditujukan kepada 20 IPP EBT. Kedua puluh IPP tersebut meliputi; PT Pertamina Geothermal Energy, Star Energy Ltd, PT Geo Dipa Energi, Perum Jasa Tirta 2, PT Rajamandala Electric Power, PT Bajradaya Sentranusa dan PT Wampu Electric Power, PT Tanggamus Electric Power, PT Binsar Natorang Energi, PT Bangun Tirta Lestari, PT Energi Sakti Sentosa dan PT Supreme Energy Muaralaboh, PT Supreme Energy Rantau Dedap, Sarulla Operation Ltd, PT Sorik Marapi Geothermal, PT Poso Energy, PT Malea Energy, PT UPC Sidrap Bayu Energi, PT Energi Bayu Jeneponto dan PT Sokoria Geothermal Indonesia.
“Untuk mengatur lebih lanjut terkait hal tersebut, PLN pun mengusulkan untuk pembahasan lanjutan dengan pengembang IPP EBT terkait Pengaturan REC yang dituangkan dalam Power Purchase Agreement (PPA) atau Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL),” tulis manajemen PLN dalam surat. (Hartatik)
Foto banner: Kendel Media/pexels.com