Jakarta – Proyek interkoneksi jaringan ASEAN melalui ASEAN Power Grid (APG) dapat menjadi titik mula bagi negara-negara ASEAN untuk dapat meningkatkan kapasitas energi baru terbarukan (EBT) dalam sektor kelistrikan dan mulai beralih dari ketergantungan energi fosil, menurut kajian analis.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menilai, kepemimpinan Indonesia di ASEAN 2023 dengan salah satu fokus utama ketahanan energi berkelanjutan (sustainable energy security) hendaknya dimanfaatkan untuk mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk mulai fokus pada upaya dekarbonisasi sistem energinya.
“Indonesia memiliki kesempatan memimpin ASEAN untuk melakukan transisi energi, meningkatkan bauran energi terbarukan dan mengurangi energi fosil,” terang Fabby Tumiwa dalam rilis tertulis.
Apalagi, lanjutnya, Indonesia telah memberikan contoh bagi negara-negara ASEAN lainnya untuk memiliki target transisi energi yang lebih ambisius selaras dengan dengan Paris Agreement. Salah satunya adalah mendorong negara-negara ASEAN untuk melakukan pengakhiran operasi PLTU batubara sebelum 2050 dan juga mendorong kesepakatan antara dengan negara-negara ASEAN untuk membangun industri sel dan modul surya dan penyimpan energi (battery).
IESR memandang Indonesia dapat mempererat kerja sama dan kolaborasi regional dalam hal inovasi, teknologi, dan penelitian di bidang energi terbarukan serta mendorong kebijakan yang jelas dan menarik untuk peningkatan investasi di sektor energi terbarukan. Sementara itu, Sub Koordinator Program Gatrik Kementerian ESDM, Yeni Gusrini dalam webinar IESR berjudul “Toward a Decarbonized ASEAN” mengatakan, ASEAN telah memiliki kapasitas sekitar 7.645 MW pada jaringan interkoneksi yang ada dalam proyek ASEAN Power Grid. Ke depannya jaringan interkoneksi tersebut akan ditambah kapasitasnya menjadi sekitar 19.000 sampai dengan 22.000 MW dan mencakup area yang lebih luas.
“ASEAN Power Grid berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi di ASEAN untuk membantu memenuhi permintaan energi dan mengembangkan pertumbuhan pemain industri regional. Pada tahap pertama, jaringan listrik di Laos, Thailand, Malaysia, dan Singapura telah terkoneksi melalui Lao PDR, Thailand, Malaysia, Singapore Power Integration Project (LTMS-PIP), yang telah menjadi pelopor mekanisme perdagangan daya yang ditransmisikan 100MW dari Laos ke Singapura dengan memanfaatkan interkoneksi yang ada,” papar Yeni. (Hartatik)