Analis: Ekspansi sawit tanpa batas picu konflik agraria dan kerusakan hutan

Jakarta – Di tengah upaya global untuk menekan deforestasi dan krisis iklim, pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mendukung ekspansi sawit tanpa kekhawatiran terhadap kerusakan hutan mendapat kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk aktivis lingkungan dan masyarakat sipil.

Firdaus Cahyadi, pendiri Indonesian Climate Justice Literacy, menilai langkah ini sebagai sinyal buruk bagi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. “Pernyataan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bahwa visi pembangunan yang diusungnya tidak memprioritaskan kelestarian lingkungan,” ujar Firdaus, dalam keterangannya, Jumat, 3 Januari.

Dalam pidatonya di Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) akhir 2024, Presiden Prabowo menegaskan bahwa ekspansi sawit diperlukan untuk meningkatkan pendapatan negara dan menciptakan lapangan kerja.

“Kita harus berani memperluas lahan sawit tanpa takut terhadap isu-isu deforestasi yang sering dilebih-lebihkan. Sawit adalah aset penting bagi ketahanan ekonomi kita,” kata Prabowo di hadapan peserta Musrenbang.

Data yang dirilis oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menunjukkan bahwa konflik agraria terkait ekspansi sawit terus meningkat. Pada 2023, tercatat sedikitnya terjadi 108 letusan konflik agraria di sektor perkebunan dimana 88 kasus disebabkan oleh perkebunan dan industri sawit.

Firdaus mengatakan model pembangunan yang berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam ini berpotensi merusak ekosistem secara masif. “Ini adalah bentuk kesalahan berpikir yang melihat alam hanya sebagai alat untuk memenuhi kepentingan ekonomi, khususnya bagi elite politik dan ekonomi,” katanya.

Selain ancaman ekologis, Firdaus juga menyoroti dampak sosial yang tidak kalah serius. Menurutnya, perluasan lahan sawit sering kali dilakukan dengan mengorbankan hak masyarakat adat dan petani kecil, memicu konflik agraria. “Model pembangunan ekstraktif ini akan meningkatkan pelanggaran hak asasi manusia, mengusir masyarakat lokal dari tanah mereka, dan memperparah kemiskinan,” tegasnya.

Firdaus mengingatkan bahwa langkah seperti ini tidak hanya akan merusak reputasi Indonesia di mata dunia, tetapi juga membahayakan masa depan generasi mendatang. Ia menyerukan agar masyarakat tidak tinggal diam terhadap kebijakan yang mengancam lingkungan dan kehidupan sosial. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles