Jakarta — Pemerintah Indonesia resmi memperluas kerja sama perdagangan energi dengan Amerika Serikat (AS), salah satunya dengan menambah volume impor gas LPG, minyak mentah (crude oil), dan bahan bakar minyak (BBM) dari negara tersebut. Langkah ini disebut sebagai bagian dari strategi diplomasi ekonomi untuk menyeimbangkan neraca perdagangan bilateral, tanpa mengorbankan upaya swasembada energi nasional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers, Jumat, 18 April, menegaskan bahwa peningkatan impor ini hanya merupakan alih sumber pemasok, bukan penambahan kuota.
“Kami tidak menambah total impor, hanya mengalihkan sebagian pembelian dari negara lain ke Amerika Serikat. Produksi dalam negeri tetap menjadi prioritas,” ujarnya.
Langkah Indonesia membeli lebih banyak komoditas energi dan pangan dari AS juga dikaitkan dengan negosiasi penurunan tarif tinggi bagi produk Indonesia yang masuk ke pasar Amerika. “Ini bagian dari strategi kita untuk menciptakan perdagangan yang lebih adil dan saling menguntungkan,” lanjut Airlangga.
Menurutnya, dengan memberikan ruang lebih besar kepada produk-produk AS di pasar domestik, Indonesia berharap ekspor produk unggulan seperti tekstil, alas kaki, dan produk kelapa sawit ke AS bisa dikenakan tarif lebih rendah.
Khusus di sektor energi, impor yang sebelumnya berasal dari Timur Tengah, Afrika, dan negara tetangga di Asia Tenggara kini akan lebih difokuskan dari AS. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa langkah ini tak akan berdampak negatif terhadap APBN maupun kestabilan pasokan energi nasional.
“Ini kita switch aja, kita pindah ke Amerika. Tidak ada tambahan kuota impor, tidak ada tambahan beban fiskal juga,” kata Bahlil.
Menurut Bahlil, Indonesia memiliki keleluasaan dalam menentukan mitra dagang karena tidak terikat kontrak eksklusif dengan negara pemasok mana pun. “Kita tidak punya keterikatan jangka panjang yang membatasi. Ini murni strategi dagang,” jelasnya.
Pangan juga dialihkan ke AS, bukan ditambah
Selain energi, produk pangan seperti gandum dan kedelai juga masuk dalam daftar impor yang dialihkan asalnya dari Ukraina dan Australia ke Amerika Serikat. Namun, Airlangga memastikan jumlah impor tetap dalam batas yang sama, dan swasembada pangan tidak akan tergerus.
“Kita tetap menjaga produksi dalam negeri, bahkan akan terus ditingkatkan. Ini hanya soal asal barang saja. Dari sisi volume, tetap kita kontrol,” ujar Airlangga.
Klaim bahwa langkah ini tidak akan menggoyahkan agenda besar pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai swasembada energi dalam beberapa tahun ke depan ditegaskan kembali oleh para pejabat terkait. Menurut Airlangga dan Bahlil, penguatan produksi dalam negeri tetap menjadi prioritas, sementara impor dari AS berfungsi sebagai jembatan untuk kebutuhan jangka pendek dan diplomasi ekonomi.
“Dengan tetap menjaga pasokan dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai perdagangan global, kami pastikan bahwa arah swasembada tidak berubah. Ini soal penyesuaian pasar demi kepentingan nasional,” pungkas Airlangga. (Hartatik)
Foto banner: Tangkapan layar kanal YouTube Sekretariat Presiden