Jakarta — Pola tanam tradisional masyarakat Jawa yang selama ini mengandalkan sistem penanggalan kuno, pranata mangsa, kini terganggu oleh dampak perubahan iklim. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa ketidakpastian cuaca akibat perubahan iklim global telah membuat sistem kalender pertanian ini tidak lagi akurat, memengaruhi produktivitas dan kehidupan para petani lokal.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa perubahan pola cuaca telah mengacaukan siklus alam yang menjadi dasar pranata mangsa. “Kalender pranata mangsa yang selama ini diandalkan petani Jawa sudah tidak dapat diandalkan seperti dulu. Perubahan iklim membuat pola musim menjadi tidak menentu,” ujar Dwikorita dalam keterangan pers, Kamis, 14 November.
Pranata mangsa merupakan sistem kalender pertanian tradisional yang telah digunakan petani Jawa selama ratusan tahun. Kalender ini berdasarkan peredaran matahari dan tanda-tanda alam seperti hujan, angin, serta perubahan suhu. Namun, akibat perubahan iklim, pola cuaca yang menjadi dasar penanggalan ini seringkali meleset, menyebabkan para petani kesulitan menentukan waktu tanam yang tepat.
“Jika dulu petani bisa memprediksi kapan mulai menanam padi hanya dengan melihat tanda alam, sekarang hal itu sudah tidak bisa lagi. Fenomena seperti El Niño dan La Niña semakin sering terjadi, mengacaukan musim tanam dan panen,” kata Dwikorita.
Luncurkan program sekolah lapang iklim
Untuk mengatasi ketidakpastian yang disebabkan oleh perubahan iklim, BMKG telah meluncurkan Program Sekolah Lapang Iklim sejak 2011. Program ini bertujuan memberikan pelatihan kepada petani tentang cara membaca data cuaca dan iklim yang lebih modern, menggantikan pengetahuan tradisional yang kini tidak lagi sepenuhnya akurat.
“Kami melatih petani agar bisa mengakses informasi cuaca yang lebih akurat melalui teknologi digital. Hal ini penting agar mereka dapat beradaptasi dengan kondisi iklim yang semakin tidak menentu,” ujar Dwikorita.
Program ini melibatkan kerjasama antara BMKG, Kementerian Pertanian, dan dinas pertanian daerah. Melalui program ini, petani diajarkan cara menggunakan aplikasi InfoBMKG, yang menyediakan informasi cuaca secara real-time hingga skala kecamatan.
Sejak diluncurkan tahun 2018, aplikasi dengan lebih dari 5 juta unduhan ini telah menjadi alat penting bagi petani dalam merencanakan kegiatan pertanian mereka. Menurut data BMKG, tingkat resolusi informasi cuaca dalam aplikasi ini dapat menjangkau hingga skala kecamatan, memungkinkan petani mendapatkan prakiraan yang lebih akurat dan tepat waktu.
Inisiatif ini diharapkan bisa membantu para petani di Jawa dan wilayah lainnya untuk beradaptasi dengan kondisi iklim yang terus berubah, sehingga produktivitas pertanian tetap terjaga dan ketahanan pangan Indonesia bisa tercapai di masa depan. (Hartatik)