Sistem penyimpanan energi kunci percepatan adopsi energi surya di Indonesia

Jakarta – Menurut Institute for Essential Services Reform (IESR), percepatan adopsi energi surya tidak akan efektif tanpa adanya sistem penyimpanan energi yang memadai. Menurut IESR, Pengembangan energi surya di Indonesia saat ini masih tertinggal jauh dari target, meskipun potensinya sangat besar.

Dalam laporan terbaru berjudul Indonesia Solar Energy Outlook (ISEO) 2025, IESR mengungkapkan bahwa pertumbuhan energi surya di Indonesia belum sesuai harapan, dengan kapasitas terpasang baru mencapai 718 megawatt (MW) per Agustus 2024. Di samping itu, IESR juga meluncurkan laporan Powering the Future yang menyoroti pentingnya sistem penyimpanan energi dalam mendukung transisi energi yang berkelanjutan.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyatakan bahwa untuk mencapai target net zero emissions pada tahun 2060, Indonesia perlu menambah kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hingga 77 gigawatt (GW) pada 2030.

“Kita harus meningkatkan kapasitas energi surya sebesar 9-15 GW setiap tahun antara 2024 hingga 2030. Ini penting agar kita bisa mencapai target global untuk menghindari kenaikan suhu bumi di atas 1,5 derajat Celcius,” ujar Fabby dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa, 15 Oktober.

Sistem penyimpanan energi atau Energy Storage System (ESS) menjadi tantangan utama dalam pengembangan energi surya di Indonesia. ESS memainkan peran vital dalam mengatasi masalah intermittency atau ketidakstabilan yang seringkali menjadi hambatan utama bagi pembangkit energi terbarukan seperti PLTS dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Menurut Alvin Putra Sisdwinugraha, analis ketenagalistrikan IESR dan penulis laporan *ISEO 2025*, Indonesia masih berada pada tahap awal dalam pengembangan ESS.

“Tanpa dukungan penyimpanan energi yang memadai, target energi surya kita sulit tercapai. Kebutuhan akan sistem penyimpanan energi sudah sangat mendesak. Dengan ESS, kita bisa menjaga pasokan energi tetap stabil meskipun PLTS atau PLTB mengalami penurunan output akibat perubahan cuaca,” kata Alvin.

Alvin juga menambahkan bahwa pertumbuhan investasi di sektor energi surya meningkat dua kali lipat dalam beberapa tahun terakhir.

“Investasi energi surya meningkat dari USD 68 juta pada 2021 menjadi USD 134 juta pada 2023. Namun, stabilitas regulasi dan kesiapan pasar juga akan sangat menentukan apakah energi surya bisa berkembang lebih cepat,” ujarnya. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles