Jakarta – Dalam upaya mempercepat transisi menuju energi bersih, Indonesia mengambil langkah signifikan dengan menghapus persyaratan lokal konten untuk proyek Energi Baru Terbarukan (EBT) yang didanai melalui pinjaman atau hibah luar negeri, menurut Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). Kebijakan ini diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi asing guna mendukung pembangunan energi bersih di Indonesia.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyampaikan hal tersebut dalam forum internasional Clean Energy Ministerial (CEM) yang diadakan di Badung, Bali, dalam keterangan resmi, Jumat, 17 Mei.
“Dalam mewujudkan peta jalan transisi energi di Indonesia, membutuhkan investasi yang sangat besar. Meskipun kapasitas pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) terus meningkat, masih dibutuhkan biaya besar untuk mempercepat dalam memenuhi target pembangunan nasional,” ujar Eniya.
Menurut Eniya, penghapusan persyaratan lokal konten adalah langkah strategis untuk menciptakan ekosistem yang mendukung investasi energi bersih.
“Dengan kebijakan ini, diharapkan hambatan dalam pengembangan EBT di Indonesia bisa diminimalisir, sehingga mempercepat proses transisi energi kita,” jelasnya.
Selain itu, Eniya menekankan bahwa Indonesia memiliki modal sumber daya EBT yang sangat besar dan beragam, dengan potensi mencapai 3680 GW yang bisa dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional di masa depan.
“Sumber daya EBT melimpah dan tersebar di seluruh Indonesia. Potensi ini sangat besar dan dapat dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional di masa depan,” tuturnya.
Dalam peta jalan transisi energi, Indonesia sudah menetapkan bahwa pembangunan pembangkit listrik setelah tahun 2030 hanya akan berasal dari sumber EBT. Diproyeksikan pada tahun 2060, kapasitas terpasang pembangkit EBT akan mencapai 350GW, dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang akan meningkat secara signifikan mulai tahun 2030.
“Indonesia juga akan mengimplementasikan super grid yang terintegrasi untuk memberikan akses energi kepada seluruh masyarakat. Super grid akan mengoptimalkan pemanfaatan sumber energi terbarukan dan menjaga kestabilan sistem kelistrikan,” jelas Eniya.
Lebih lanjut, Eniya menambahkan bahwa Indonesia sudah berfokus untuk melakukan inovasi dalam pengembangan energi bersih, termasuk pemanfaatan hidrogen. Indonesia telah menetapkan strategi hidrogen nasional yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai produsen dan pusat hidrogen ramah lingkungan untuk memenuhi permintaan global.
“Inovasi lain adalah fase komersialisasi bahan bakar penerbangan menggunakan bioavtur J2.4 berbasis biodiesel, serta pengembangan PLTS terapung dengan kapasitas besar, seperti di Cirata dengan kapasitas 193 MW, yang merupakan PLTS Terapung terbesar ketiga di dunia,” ungkapnya.
Penekanan pada inovasi dan pengembangan teknologi energi bersih ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam mencapai target transisi energi bersih, serta menjadi pemain utama dalam pasar energi terbarukan global. Dengan langkah-langkah ini, Indonesia berharap dapat menarik lebih banyak investasi dan mempercepat transisi menuju energi bersih untuk masa depan yang berkelanjutan. (Hartatik)