Jakarta – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti dampak langsung perubahan iklim terhadap pertanian lahan kering dan menggarisbawahi perlunya adaptasi dan inovasi sebagai langkah krusial untuk melindungi sektor ini.
Menurut Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN, Yudhistira Nugraha, fenomena perubahan iklim memberikan tekanan besar pada pertanian lahan kering, mengancam produktivitas tanaman dan ketersediaan pangan. Dengan sekitar 60 juta hektar lahan kering di Indonesia, di mana 29 juta hektar digunakan untuk produksi pertanian, tantangan ini membutuhkan solusi yang tepat.
“Perubahan iklim berpengaruh langsung terhadap produksi pangan di ekosistem lahan kering. Penyediaan air menjadi kunci dalam mengelola lahan kering tersebut,” ujarnya, Selasa, 14 Mei.
Yudhistira menilai bahwa program bantuan pompanisasi yang dicanangkan oleh Kementerian Pertanian menjadi langkah tepat untuk meningkatkan produktivitas di lahan kering. Program ini dirancang untuk meningkatkan indeks pertanaman, termasuk di sawah tadah hujan.
Ahmad Suriadi, seorang peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN, menambahkan bahwa perubahan iklim juga menyebabkan penurunan produksi padi hingga 50 persen ketika suhu naik 1-2 derajat Celsius. Selain itu, perubahan suhu juga dapat memicu ledakan serangan hama yang merusak tanaman, seperti yang terjadi dengan serangan belalang kembara di Nusa Tenggara Timur beberapa tahun lalu.
“Ini menunjukkan betapa pentingnya adaptasi dan inovasi dalam menghadapi dampak perubahan iklim terhadap pertanian, serta perlunya kebijakan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan untuk membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan,” ungkap Ahmad.
Dalam konteks ini, investasi dalam penelitian dan inovasi, serta kerja sama lintas sektor dan lintas negara, menjadi krusial dalam memperkuat ketahanan dan keberlanjutan sistem pertanian menghadapi tantangan perubahan iklim. Upaya kolaboratif di tingkat lokal, nasional, dan internasional dianggap penting untuk menghadapi ancaman yang semakin nyata ini. (Hartatik)