Jakarta – Kondisi suplai berlebih atau kelebihan daya listrik hampir di seluruh sistem kelistrikan yang ada di Indonesia membuat PT PLN (Persero) merasa terbebani. Pasalnya sampai 2026 nanti masih ada pembangkit listrik yang masuk ke dalam sistem PLN.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengungkapkan, sistem kelistrikan secara nasional mengalami kelebihan pasokan, terutama pada interkoneksi Kalimantan 57%, Lombok 37%, Jawa Bali sekitar 44%, Nias 89%, Sulawesi Utara dan Gorontalo 47%, Ternate 58%.
“Jadi over supply itu definisi di mana satu, keandalan sistem menjadi sangat tinggi karena pasokan listrik itu redundancy-nya cukup tinggi tetapi biayanya juga menjadi lebih tinggi lagi. Kondisi ideal di antara 24%-35%,” ungkap Darmawan.
Dia menilai permintaan listrik juga bakal tumbuh. Namun belum diketahui berapa besar pertumbuhan permintaan listrik ke depannya.
“Untuk itu kami berusaha mengejar dengan demand terus ditambah. Karena begitu demand ditambah terus bisa mengimbangi pasokan,” ujar Darmawan.
PLN harus bisa menjaga momentum peningkatan permintaan energi pasca pandemi. Ini bisa jadi tren positif memang. Dalam data perusahaan pada tahun 2022 penjualan listrik tumbuh 6% atau sekitar 274 Tera Watthour (TWh).
“Itu lebih tinggi 16,1 TWh atau setara dengan penambahan revenue sekira Rp 2,2 triliun dibanding 2021. Bahkan ini lebih tinggi sekitar 10,7 TWh dibanding RKAP kami, yaitu hanya sekitar 263 TWh,” ungkap Darmawan.
Selain itu, PLN juga melakukan beberapa inisiasi untuk terus menjaga tren peningkatan pertumbuhan penjualan listrik seperti captive acquisition, menfasilitasi program diskon untuk tambah daya. Selain itu, juga melakukan electrifying lifestyle, electrifying agriculture, electrifying marine, serta hilirisasi pengembangan kawasan industri. (Hartatik)