Pemanfaatan energi surya kurang satu persen: pengamat

Peneliti Kebijakan Paramadina Public Policy Institute, Rosyid Jazuli memaparkan materi dalam Bincang Energi Surya: Teknologi, Kebijakan dan Tantangan Energi Surya dalam Mendukung JETP dan NZE yang digelar secara hybrid, Kamis (9/3). (Hartatik)

Jakarta – Meski potensi energi surya melimpah, namun pemanfaatannya hingga saat ini tidak sampai satu persen, menurut para pengamat baru-baru ini. Besarnya potensi energi surya tidak serta merta membuat seluruhnya bisa diterapkan.

“Diperlukan waktu serta keseriusan dari pembuat kebijakan untuk bisa merealisasikannya,” ujar Peneliti Kebijakan Paramadina Public Policy Institute, Rosyid Jazuli dalam Bincang Energi Surya: Teknologi, Kebijakan dan Tantangan Energi Surya dalam Mendukung JETP dan NZE yang digelar secara hybrid, awal Maret.

Rosyid menerangkan, bahwa potensi energi surya yang besar tetap harus memperhatikan cara pengolahannya dan kondisi di lapangan untuk benar-benar bisa dimanfaatkan. Perkembangan teknologi yang semakin canggih tidak membuat pemanfaatan energi surya menjadi lebih cepat.

Meskipun terdapat tren penurunan biaya baterai lithium sebagai salah satu komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), biaya pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan masih jauh lebih mahal. Melimpahnya batu bara sebagai sumber energi yang murah juga menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam proses transisi energi. Ia menilai tetap dibutuhkan waktu dan penyesuaian dalam penerapan energi surya secara maksimal.

“Sejatinya paparan matahari di Indonesia masih tidak konsisten. Meskipun sebagai negara ekuator, tidak setiap hari ada sinar matahari sehingga kebutuhan baterai masih akan tinggi,” imbuhnya.

Adapun teknologinya pun masih mahal, karena masih mengadopsi dari negara maju. Ia menekankan yang semestinya menjadi perhatian pemerintah adalah cara pemerintah menunjukkan komitmen nyata. Meskipun telah menyatakan berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca, diperlukan bukti nyata bahwa pemerintah benar-benar serius mengatasi persoalan iklim ini.

Selain itu, pentingnya kesadaran dan peran masyarakat dalam memahami pentingnya menjaga iklim, agar penerapan transisi energi bisa terlaksana. Apalagi beredar kuat persepsi di masyarakat bahwa energi baru terbarukan itu harus murah dan gratis. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles