Alokasi APBN untuk EBT hanya 30%, perlu peran swasta

Jakarta – Keterlibatan swasta diperlukan untuk mencapai transisi energi, karena alokasi anggaran untuk sektor energi baru terbarukan (EBT) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) baru sekitar 30 persen.

Demikian disampaikan Presidency Chair Sustainable Finance Working Group (SFWG) Bank Indonesia Haris Munandar dalam seminar Peran Kita: Indonesia Menuju Keuangan Berkelanjutan oleh WWF Indonesia secara hybrid di Jakarta, Senin (22/8).

Menurut Haris, investasi swasta sangat diperlukan untuk mendukung pemerintah mencapai transisi energi menuju pembangunan rendah karbon 2030 dan net zero emission 2060. Apalagi investasi dalam sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) merupakan sebuah kesempatan bagi sektor swasta, karena tidak hanya akan memberikan keuntungan bagi industri, tetapi juga keberlanjutan sumber daya alam.

“Karena itu di sinilah dibutuhkan investasi. … Sesuatu yang sifatnya berkelanjutan ini merupakan investment opportunity,” ungkap Haris. Dikatakannya keterlibatan sektor swasta juga akan sangat membantu alokasi APBN dalam upaya mencapai transisi energi.

“Beban APBN yang hanya disebutkan bisa mengcover 30 persen itu, nanti bisa dilengkapi dan disempurnakan oleh sektor swasta dengan sendirinya secara organik, secara dari dalam yaitu melakukan internal investment,” ujar Haris.

Dalam kesempatan sama, Presidency Chair Sustainable Finance Working Group (SFWG) Kementerian Keuangan, Dian Lestari mengatakan pemerintah telah mengeluarkan berbagai upaya dalam transisi energi. Salah satunya, yakni berbagai rencana pembiayaan seperti yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Lanjut Dian, pemerintah juga telah memberikan berbagai fasilitas perpajakan, termasuk adanya insentif perpajakan untuk pelaku industri di tanah air yang mendukung transisi energi.

Selain itu, pemerintah juga memberikan fasilitas pembebasan bea masuk untuk berbagai perlengkapan yang digunakan untuk pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di tanah air, seperti panas bumi.

“Juga pemberian khusus untuk kendaraan- kendaraan yang rendah emisi, kendaraan listrik dan sebagainya itu bisa dilihat kebijakannya baru beberapa waktu terakhir kita keluarkan,” ujar Dian. (Hartatik)

Foto banner: Presidency Chair Sustainable Finance Working Group (SFWG) Bank Indonesia Haris Munandar dalam seminar Peran Kita: Indonesia Menuju Keuangan Berkelanjutan oleh WWF Indonesia secara hybrid di Jakarta, Senin (22/8). (Foto: Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles