
Sumber: Kanal Youtube PBB
Jakarta – Krisis energi yang diperparah oleh perang di Ukraina telah mengakibatkan penggandaan bahan bakar fosil yang berbahaya oleh negara-negara ekonomi utama. Sehubungan itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengingatkan bahaya penambahan investasi baru untuk proyek energi fosil.
Pendanaan baru dari pemerintah untuk eksplorasi atau produksi bahan bakar fosil hanyalah “delusi” kata Sekjen PBB Antonio Guterres di KTT Dunia Austria, Selasa (14/6), dan menambahkan bahwa itu hanya akan “lebih lanjut memperburuk ancaman perang, polusi dan bencana iklim.”
Para ilmuwan pun mengatakan emisi karbon dioksida global perlu dikurangi 45 persen pada 2030, dan mencapai nol bersih atau netral karbon pada 2050 untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim. Negara-negara yang melakukan investasi bahan bakar fosil baru juga masing-masing memiliki target untuk mengurangi emisi CO2 pada 2030.
Sebagai informasi, sejak serangan Rusia ke Ukraina pada Februari, beberapa negara telah beralih untuk membeli lebih banyak bahan bakar fosil non-Rusia atau berinvestasi di ladang minyak dan gas baru untuk menopang pasokan energi mereka
Misalnya, Jerman dan Belanda mengumumkan rencana bulan ini untuk mengembangkan ladang gas Laut Utara yang baru, dan Kanselir Olaf Scholz juga mengatakan Jerman ingin mengejar proyek gas dengan Senegal.
Selain itu, Jerman telah memperbarui hubungannya dengan negara-negara dan perusahaan-perusahaan Timur Tengah. Akibatnya, negara tersebut sepakat untuk memperdalam kolaborasi hidrogen bersih dengan UEA dan perusahaan minyak dan gas nasional ADNOC. Baru-baru ini, Qatar dan Jerman telah sepakat untuk bekerja sama lebih lanjut di bidang energi, khususnya yang berkaitan dengan perdagangan LNG dan pengembangan hidrogen.
Guterres mengimbau sektor keuangan untuk meninggalkan pembiayaan bahan bakar fosil dan berinvestasi dalam energi terbarukan. Dikatakannya energi terbarukan adalah “rencana perdamaian abad ke-21” dan meminta pembiayaan bahan bakar fosil untuk ditinggalkan secara keseluruhan, demi alternatif hijau. (Hartatik)