Jakarta – Kelompok masyarakat sipil mendorong mendorong DPR dan Pemerintah membuat satu badan yang bertanggung jawab pada penindakan pelanggaran hukum lingkungan, serta membuat undang-undang (UU) perubahan iklim.
Dalam rilis tertulis, Selasa (31/5), Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi, mengatakan bahwa “kalau DPR mau menurunkan risiko bencana di Indonesia, syarat pertama harus ada UU tentang Perubahan Iklim. Kedua, harus ada komisi khusus penegak hukum lingkungan dan sumber daya alam.”
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 95% bencana yang ada di Indonesia adalah dari bencana hidrometeorologi atau terkait dengan iklim, seperti banjir, dan angin puting beliung terkait dengan iklim. Bahkan perubahan iklim ini menjadi ancaman baru yang sudah mulai terlihat
Di antaranya Siklon Tropis Seroja yang melanda Nusa Tenggara Timur tahun lalu, bertahun-tahun sebelumnya tidak terjadi bencana dalam skala tersebut. Menurut Zenzi, hal itu diperlukan untuk memitigasi bencana akibat ulah manusia, dan bencana yang terjadi karena perubahan iklim.
Banjir rob pantura
Muhammad Arif Koordinator Proyek Adaptasi Perubahan Iklim Yayasan Bintari Semarang menyebutkan contoh nyata dampak perubahan iklim adalah bencana banjir rob yang melanda sejumlah kota di pantai utara Jawa Tengah.
Banjir rob yang terjadi di Kota Semarang akhir pekan lalu menjadi alarm keberlangsungan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Dia menyebut, kejadian yang berulang kali akan makin berdampak di masa depan kalau tidak ada langkah mitigasi bencana yang tepat.
“Kondisi kemarin luar biasa. infrastruktur yang disiapkan masyarakatnya. Banjir sudah tidak terjadi dalam skala signifikan selama 10 tahun terakhir. Tingkat kewaspadaan dari masyarakat atau semua pihak kurang,” tukasnya.
Zenzi mengatakan ada tiga fakta geografis yang membuat Indonesia harus berhadapan dengan risiko bencana, yaitu ring-of-fire atau rangkaian gunung berapi di Indonesia, bentuk negara kepulauan, dan daerah hutan tropis.
Karena itu, Indonesia harus selalu siap berhadapan dengan gempa vulkanik maupun tektonik. Menurutnya Indonesia harus siap mengurangi risiko bencana misalnya dengan tidak melakukan pembangunan di wilayah zona merah tsunami.
Lebih lanjut, Zenzi menyebut Indonesia seharusnya bisa mencegah bencana hidrometeorologi, kekeringan, atau pun asap. “DPR seharusnya mengkaji ulang produk legislasi yang bisa memicu terjadinya bencana,” imbuhnya.
Perubahan iklim, sambung Zenzi, juga merupakan faktor yang mempengaruhi bencana hidrometeorologi. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai risiko besar dengan perubahan iklim. (Hartatik)