Tekan impor energi, pemerintah terus dorong kebijakan blending BBM

Jakarta – Pemerintah terus memperkuat langkah menekan ketergantungan terhadap energi impor yang selama ini membebani devisa negara. Salah satu strategi utama yang kini dipercepat implementasinya adalah kebijakan blending bahan bakar minyak (BBM) — pencampuran antara bahan bakar fosil dengan sumber energi nabati seperti biodiesel dan etanol.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam keterangannya Kamis, 30 Oktober, menegaskan bahwa impor energi Indonesia saat ini mencapai Rp520 triliun per tahun, nilai yang sangat besar dan berpotensi menggerus devisa. Karena itu, pemerintah menilai kebijakan blending menjadi langkah konkret untuk mengurangi ketergantungan impor sekaligus memperkuat kemandirian energi nasional.

“Setiap tahun kita kehilangan Rp520 triliun untuk membeli bahan baku energi dari luar negeri. Uang rakyat Indonesia justru dipakai untuk memperkaya negara lain,” ujar Bahlil.

Masih nyaman dengan skema impor

Menurut Bahlil, sebagian kalangan pengusaha masih ingin mempertahankan praktik impor energi karena mendapat keuntungan dari sistem kuota impor yang berlaku selama ini. “Yang ingin impor tetap berjalan itu ya pihak-pihak yang sudah terlalu nyaman dengan sistemnya. Mereka menikmati margin besar dari kegiatan impor,” tegasnya.

Namun, lanjut Bahlil, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen menekan ketergantungan terhadap pasokan energi luar negeri, sejalan dengan arah kebijakan kemandirian energi dan hilirisasi nasional.

Bahlil mengatakan bahwa “sebelum ada program biodiesel, kita mengimpor sekitar 34 juta ton solar per tahun. Sekarang, setelah penerapan B10–B40, impor turun drastis menjadi sekitar 4,9 juta barel per tahun”.

Program biodiesel ini bukan hanya menekan impor, tetapi juga memperkuat industri sawit dalam negeri yang menjadi sumber utama bahan baku campuran nabati.

Etanol dan DME jadi fokus berikutnya

Setelah biodiesel, pemerintah juga mulai mempersiapkan penerapan blending etanol pada bensin dengan skema E10 (campuran etanol 10 persen). Langkah ini diharapkan dapat mengurangi impor bensin sekaligus menumbuhkan industri bioetanol nasional yang berbasis bahan baku lokal seperti tebu dan singkong.

Pemerintah juga menyiapkan strategi menggantikan impor gas alam cair (LNG) dengan Dimethyl Ether (DME), hasil hilirisasi batu bara di dalam negeri.

Kebijakan blending dan hilirisasi energi ini menjadi bagian dari peta jalan besar transisi energi nasional menuju ketahanan dan kedaulatan energi. Pemerintah menilai bahwa dengan memperluas penggunaan energi berbasis sumber daya domestik, Indonesia dapat mengurangi defisit neraca perdagangan energi, memperkuat industri lokal, dan menciptakan lapangan kerja baru. (Hartatik)

Foto banner: Scharfsinn/shutterstock.com

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles