SUSTAIN: Tanpa industri hijau, Indonesia hanya akan menjadi pasar

Jakarta – Yayasan Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia (SUSTAIN) mengatakan Indonesia berisiko hanya menjadi pasar bagi produk-produk hijau dari negara lain, tanpa strategi industrialisasi hijau yang jelas. Ekonomi hijau membawa peluang besar bagi negara-negara yang siap beradaptasi, namun juga risiko serius bagi yang tertinggal.

Direktur Eksekutif SUSTAIN, Tata Mustasya, dalam keterangan resmi, Selasa, 12 Agustus, mengungkapkan bahwa sektor industri manufaktur nasional mengalami stagnasi sejak awal 2000-an. Sementara itu, industri ekstraktif seperti batubara justru semakin dominan.

“Padahal industri manufaktur bisa memainkan peran ganda, mendukung target pertumbuhan ekonomi 8 persen sekaligus mencapai nol emisi pada 2050. Di sini, industrialisasi hijau menjadi kunci,” kata Tata.

Menurutnya, ada dua langkah besar yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, mendorong industri manufaktur yang sudah ada untuk beralih ke energi bersih dan terbarukan demi menekan emisi. Survei Powering Up: Business Perspectives on Shifting to Renewable Electricity menunjukkan bahwa sembilan dari sepuluh pemimpin bisnis di Indonesia mendukung transisi energi, terutama di sektor kelistrikan, dari batubara menuju energi terbarukan sebelum 2035. Mayoritas responden bahkan mempertimbangkan relokasi usaha dan rantai pasok jika pemerintah gagal menyediakan pasokan listrik terbarukan.

Dalam dokumen Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, pemerintah telah menetapkan porsi pembangkit energi terbarukan hingga 61 persen dari total pembangunan dalam 10 tahun ke depan, naik dari 52 persen di RUPTL sebelumnya. Kawasan pabrik kendaraan listrik di Jawa Barat juga direncanakan akan didukung sepenuhnya oleh tenaga surya dan sumber energi bersih lainnya.

Langkah kedua adalah membangun industri hijau baru yang selaras dengan tren ekonomi global, misalnya di sektor kendaraan listrik dan panel surya yang pasarnya berkembang pesat secara regional dan global. Tata menegaskan bahwa desain kebijakan harus inklusif, dengan tujuan akhir memajukan kesejahteraan masyarakat.

“Industri hijau dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan ekspor, dan menggerakkan ekonomi nasional,” ujarnya.

SUSTAIN menilai strategi komprehensif mutlak dibutuhkan, mulai dari kebijakan fiskal dan keuangan, alih teknologi, peran aktif BUMN, hingga standar lingkungan dan sosial yang ketat. Tata menutup dengan peringatan bahwa ketergantungan berlebihan pada industri ekstraktif seperti batubara tidak akan membawa Indonesia pada kesejahteraan yang berkelanjutan dan bertolak belakang dengan target nol emisi 2050 yang sudah dicanangkan pemerintah. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles