Jakarta – Hingga akhir Juli 2025, regulasi pendukung menerapkan kebijakan LPG 3 kilogram satu harga di seluruh wilayah Indonesia belum rampung. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan skema LPG subsidi satu harga belum menjadi keputusan final.
Menurutnya, keputusan akhir masih akan menunggu arahan langsung dari Presiden. “Itu belum final. Kita memang sudah pernah bahas, tapi nanti keputusan akhirnya akan dituangkan langsung dalam Peraturan Presiden,” ujar Bahlil dalam keterangan resmi, Rabu, 30 Juli.
Ia menambahkan, selama Perpres terkait belum ditandatangani, pihaknya memilih tidak akan menyampaikan perkembangan lebih lanjut. Ketidakpastian ini menambah panjang deretan revisi skema penyaluran LPG 3 kg bersubsidi yang telah berulang kali digodok oleh pemerintah sejak beberapa tahun terakhir. Tujuannya sama: agar subsidi energi yang jumlahnya sangat besar bisa tepat sasaran dan tidak lagi dinikmati oleh masyarakat yang tidak berhak.
Namun, hingga kini, celah kebocoran masih tetap ada. Penggunaan LPG 3 kg yang sejatinya ditujukan bagi rumah tangga miskin dan pelaku UMKM kecil, nyatanya masih banyak dikonsumsi oleh kelompok masyarakat menengah ke atas yang tidak tercatat sebagai penerima manfaat.
Pemerintah sebenarnya telah merancang sejumlah strategi korektif, salah satunya melalui pendataan berbasis teknologi dan integrasi dengan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Pendataan ini ditujukan untuk memastikan bahwa hanya warga yang terdaftar secara resmi yang berhak membeli tabung LPG 3 kg subsidi.
Namun, pelaksanaan transformasi ini pun dilakukan secara bertahap dan penuh kehati-hatian, mengingat perlunya kesiapan infrastruktur, akurasi data, serta dinamika sosial ekonomi masyarakat di berbagai wilayah.
Sementara itu, volume subsidi LPG 3 kg juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah mengusulkan kuota sebesar 8,31 juta metrik ton, naik dari 8,17 juta metrik ton yang telah ditetapkan dalam APBN 2025.
Peningkatan kuota ini menunjukkan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap LPG 3 kg subsidi, yang berarti pula membengkaknya beban anggaran negara jika tak segera ada pembenahan sistem distribusi dan penyalurannya.
Wacana satu harga sendiri sejatinya dimaksudkan agar distribusi LPG 3 kg di seluruh Indonesia, termasuk wilayah terluar dan terdepan, bisa dilakukan dengan harga yang sama, sebagaimana konsep satu harga BBM. Namun tanpa payung hukum dan sistem kontrol yang andal, rencana ini berisiko memperparah ketimpangan distribusi dan penyalahgunaan subsidi.
Pemerintah pun kini dihadapkan pada dua pilihan besar: mempercepat reformasi distribusi LPG 3 kg agar subsidi tepat sasaran, atau terus menunda implementasi satu harga dengan dalih menunggu kesiapan data dan regulasi. Tanpa kepastian, beban fiskal terus membengkak dan target keadilan energi kian jauh dari kenyataan. (Hartatik)
Foto banner: Ivan Rivandy/shutterstock.com