Pengamat: Bank Dunia abaikan komitmen hijau, danai energi kotor Rp14.182T

Jakarta – Laporan tahunan ke-16 Banking on Climate Chaos, yang dirilis hari Selasa, 17 Juni, mencatat pembiayaan senilai USD869 miliar (sekitar Rp14.182 triliun) disalurkan oleh 65 bank terbesar dunia ke sektor batu bara, minyak, dan gas pada tahun 2024. Laporan ini disusun oleh delapan organisasi lingkungan, termasuk Rainforest Action Network dan Oil Change International.

Deretan lembaga keuangan dunia tersebut justru tercatat sebagai penyokong utama industri bahan bakar fosil. Ironisnya, aliran dana jumbo ini tetap mengalir meski sejak KTT Iklim COP21 Glasgow pada 2021 dan Paris Agreement 2016, bank-bank tersebut telah menyatakan komitmen untuk menghentikan pembiayaan terhadap energi ‘kotor’.

David Tong, manajer kampanye industri global Oil Change International dan salah satu penulis laporan mengatakan: “Dengan menyuntikkan dana sebesar $869 miliar ke dalam pembiayaan bahan bakar fosil pada tahun 2024 saja, bank-bank terbesar di dunia mendanai kekacauan iklim yang ditimbulkan oleh perusahaan-perusahaan bahan bakar fosil terhadap masyarakat dan komunitas di seluruh dunia. Pemerintah harus turun tangan dan mengambil tindakan segera untuk meminta pertanggungjawaban lembaga keuangan atas peran mereka dalam krisis iklim.”

“Di satu sisi mereka mengumbar janji-janji palsu, di sisi lain bank-bank ini terus mendanai ekspansi industri bahan bakar fosil dan solusi-solusi palsu yang memperdalam ketidakadilan iklim, perampasan lahan, dan pelanggaran hak asasi manusia,” ujar Tom BK Goldtooth, Direktur Eksekutif Indigenous Environmental Network.

Dominasi Bank AS dan Jepang

Sekitar USD429 miliar dari total pembiayaan tersebut digunakan secara langsung untuk ekspansi proyek fosil baru, naik tajam dari nilai sebelumnya sekitar USD 84,8 miliar pada 2023.

Adapun perusahaan-perusahaan yang menerima suntikan dana ekspansi terbesar antara lain Diamondback Energy (AS) senilai USD20,9 miliar untuk proyek minyak dan gas di Texas, Enbridge (Kanada/AS) senilai USD16,5 miliar untuk pipa dan proyek kontroversial T15, BP (Inggris) senilai USD10,9 miliar untuk pengembangan LNG dan pembangkit gas di 30 negara, Energy Transfer (AS) senilai US$7,8 miliar untuk ekspansi LNG dan jaringan pipa, Duke Energy (AS) senilai USD7,1 miliar, sebagian besar untuk batubara dan gas

Bank-bank asal Amerika Serikat menjadi pemain dominan dengan menyumbang USD289 miliar, atau hampir sepertiga total pembiayaan global, sepanjang 2024. JPMorgan Chase, Citigroup, Bank of America, dan Wells Fargo bertanggung jawab atas 21% dari seluruh pembiayaan sektor energi fosil secara global.

Bank Jepang dan Eropa terlibat, greenwashing disorot

Bank-bank dari Jepang seperti Mizuho, MUFG, dan SMBC menempati peringkat ke-4, 6, dan 11 sebagai pendana terbesar, dengan kontribusi total mencapai 12% dari keseluruhan dana yang tercatat. Sebagian besar dana mereka mengalir ke proyek-proyek fosil di Amerika Serikat.

Dari Eropa, Barclays memimpin dengan pembiayaan sebesar USD35,4 miliar, diikuti Santander, HSBC, Deutsche Bank, dan BNP Paribas yang menyalurkan dana antara USD14–17,3 miliar.

Laporan tersebut juga menyoroti peran CITIC dan Bank of China sebagai penyumbang dana terbesar untuk proyek batu bara global, masing-masing sebesar USD22,3 miliar dan USD18,8 miliar pada 2024. Proyek-proyek ini banyak didorong di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika.

Meski ada perkembangan dalam sektor energi bersih, World Economic Forum (WEF) dalam laporan Fostering Effective Energy Transition 2025 memperingatkan bahwa kapasitas energi hijau masih jauh dari target.

Tercatat, investasi energi terbarukan global tumbuh menjadi USD2 triliun pada 2024 — dua kali lipat dari 2020. Namun, angka ini masih jauh dari kebutuhan sebesar USD5,6 triliun per tahun hingga 2030 agar target iklim global dapat tercapai.

Selain itu, emisi karbon dari sektor energi mencapai rekor tertinggi, yaitu 37,8 miliar ton CO₂ pada 2024, menyusul peningkatan konsumsi energi global sebesar 2,2% akibat elektrifikasi masif, termasuk untuk pusat data dan kecerdasan buatan.

Koalisi penyusun laporan mendesak regulasi ketat terhadap praktik pembiayaan bank dan mengimbau publik untuk menuntut akuntabilitas dari lembaga keuangan global.

“Saatnya untuk keadilan iklim adalah sekarang, dan itu berarti mengakhiri investasi bahan bakar fosil pada sumbernya dan meminta pertanggungjawaban bank dan lembaga keuangan,” tegas Goldtooth. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat menggunakan OpenAI DALL·E via ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles