Jakarta – Sebuah kajian terbaru oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan mencapai 3.686 GW yang bisa dimanfaatkan untuk mendorong ekonomi rendah emisi melalui pengembangan hidrogen hijau. Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyatakan bahwa pengoptimalan potensi ini sangat krusial untuk mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060 atau bahkan lebih cepat.
“Potensi teknis kita sangat besar, namun pemanfaatannya masih jauh dari optimal. Dengan mengembangkan hidrogen hijau dari sumber energi terbarukan, kita dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan membuka jalan bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih bersih,” ujar Fabby dalam keterangan tertulis, Kamis, 27 Maret.
Fabby menyoroti bahwa salah satu kendala utama adalah tingginya biaya produksi hidrogen hijau yang saat ini berkisar antara USD 3,8 hingga USD 12 per kilogram—sekitar empat kali lipat lebih mahal dibandingkan hidrogen yang dihasilkan dari gas alam.
“Untuk menjadikan hidrogen hijau sebagai pilihan utama, kita perlu menurunkan biaya produksi menjadi di bawah USD 2 per kilogram dalam lima tahun mendatang melalui peningkatan efisiensi teknologi, khususnya elektrolisis,” tambahnya.
Dalam forum Diskusi Komunitas Hidrogen Hijau Indonesia (KH2I) dengan tema “Mewujudkan Ekosistem Hidrogen Hijau di Indonesia”, Fabby mengungkapkan bahwa permintaan hidrogen saat ini sebagian besar berasal dari sektor industri kimia dan baja. Namun, seiring dengan upaya penurunan emisi untuk mempertahankan suhu bumi di 1,5°C, potensi pasar akan meluas ke sektor penerbangan, pembangkitan listrik, dan transportasi darat. Berdasarkan data Deloitte, pasar ekspor hidrogen di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai USD 51 miliar pada 2030, USD 79 miliar pada 2040, dan USD 141 miliar pada 2050.
Erina Mursanti, Manajer Proyek GETI, juga menegaskan bahwa pembentukan Komunitas Hidrogen Hijau Indonesia (KH2I) merupakan langkah strategis untuk mengumpulkan para ahli dan pelaku industri guna mempercepat adopsi dan inovasi teknologi hidrogen hijau di Indonesia. “KH2I akan memainkan peran penting dalam memperkuat kebijakan dan menyediakan platform komunikasi bagi pemangku kepentingan untuk mendorong transisi energi,” ujar Erina.
Studi IESR ini diharapkan menjadi landasan strategis bagi pemerintah dalam merumuskan target dan kebijakan pengembangan energi terbarukan. Dengan dukungan investasi global dan kemajuan teknologi, hidrogen hijau diyakini dapat mengubah potensi energi terbarukan menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi rendah emisi yang berkelanjutan di Indonesia. (Hartatik)
Foto banner: shutterstock