Kerugian pertanian akibat iklim capai Rp19,94 triliun, OJK dorong penerapan asuransi parametrik

Jakarta – Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa potensi kerugian ekonomi di sektor pertanian akibat perubahan iklim pada 2024 telah mencapai Rp19,94 triliun, peningkatan yang signifikan selama lima tahun terakhir. Angka tersebut menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah mitigasi guna melindungi sektor pertanian dan mendukung swasembada pangan nasional.

Dalam soft launching Peta Jalan Pengembangan Asuransi Pertanian 2025-2030, Senin, 24 Maret, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Djonieri, menegaskan bahwa solusi asuransi harus segera diterapkan untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana alam.

“Kalau kita bandingkan dengan negara lain, misalnya Meksiko yang sudah menerapkan catastrophic insurance, seharusnya kita juga dapat memperluas cakupan asuransi untuk petani, peternak, dan nelayan,” ujar Djonieri.

Djonieri menambahkan, produk asuransi parametrik pertanian menjadi pilihan tepat karena dapat memberikan perlindungan terhadap risiko bencana alam, seperti kekeringan, yang sering melanda sektor pertanian. Menurutnya, pendekatan ini penting untuk mengantisipasi kerugian yang terus meningkat, yang pada tahun-tahun sebelumnya tercatat sebesar Rp11,20 triliun pada 2020, naik menjadi Rp13,40 triliun, Rp15,59 triliun, Rp17,77 triliun, dan akhirnya mencapai Rp19,94 triliun pada 2024.

Selain itu, Djonieri menekankan bahwa kebijakan asuransi ini sejalan dengan visi misi Asta Cita Presiden Prabowo dalam mewujudkan swasembada pangan, sekaligus membuka peluang bagi industri asuransi di Indonesia untuk berkembang. “Pemerintah harus memperluas cakupan asuransi untuk sektor pertanian. Ini akan menjadi pendalaman pasar yang sangat potensial bagi industri asuransi, terutama bila dibandingkan dengan negara lain seperti India dan Meksiko,” jelasnya.

Djonieri juga menyampaikan bahwa inklusi dan literasi asuransi masih menjadi tantangan utama, mengingat saat ini cakupan asuransi pertanian di Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Jawa, sekitar 80-90%.

“Jika petani tidak mendapatkan edukasi yang memadai, mereka tidak akan menyadari manfaat asuransi pertanian yang dapat melindungi mereka dari risiko iklim yang semakin ekstrem,” pungkasnya.

Dengan meningkatnya kerugian ekonomi akibat perubahan iklim, OJK mendesak agar pemerintah segera mengimplementasikan asuransi parametrik di sektor pertanian sebagai bagian dari strategi mitigasi, sehingga dapat memberikan perlindungan yang lebih luas dan meningkatkan ketahanan pangan nasional. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat menggunakan OpenAI DALL·E via ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles