
Jakarta – Untuk mencapai target mencapai Net Zero Emission (NZE), pemerintah semestinya harus meihat bahwa transisi energi sebagai isu yang dihadapi oleh seluruh sektor. Transisi energi tidak hanya berhenti pada sektor energi dan di kota-kota besar.
“Pemerintah daerah memainkan peran penting untuk mengakselerasi transisi energi dengan mempertimbangkan kesejahteraan daerah yang akan terdampak melalui Rencana Umum Energi Daerah atau RUED,” ungkap Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika, Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika Kementerian PPN/Bappenas, Rachmat Mardiana dalam keterangan tertulis pada acara diskusi publik Program Clean, Affordable and Secure Energy (CASE) for Southeast Asia bersama Dewan Energi Nasional (DEN).
Menurut Rachmat, RUED merupakan rencana strategis jangka panjang yang mencakup semua aspek energi di suatu daerah, termasuk produksi, distribusi, dan konsumsi energi. Diskusi ini menjadi penting, karena dalam implementasinya, sisi sosial, budaya, dan ekonomi daerah sering dilupakan dalam proses transisi energi.
Program CASE ingin memperkenalkan konsep transisi energi yang berkeadilan dari diskusi publik untuk membahas implementasi RUED di daerah penghasil batubara, sehingga pemerintah pusat maupun daerah, dapat lebih berkolaborasi dalam transisi energi yang tidak melupakan dampak ekonomi dan sosial, terutama bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada usaha batubara.
Berdasarkan hasil diskusi tersebut, diketahui bahwa pertambangan batubara menjadi sektor penyumbang pendapatan domestik regional brutto (PDRB) terbesar di daerah penghasil batubara seperti di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Pada kesempatan sama, Julius Christian, Manajer Riset Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan, bahwa melalui proyeksi sektor energi jangka panjang, tertinjau bahwa kebutuhan global akan batubara akan menurun akibat transisi energi, bahkan penggunaannya dapat mencapai hingga 50% apabila diproyeksikan sesuai dengan target penurunan suhu bumi 1,5°C.
Ia menyampaikan sesuai studi IESR, bahwa skenario penutupan tambang batubara dengan studi kasus di Kabupaten Paser menunjukan penurunan PDRB Kalimantan Timur (Kaltim) sebesar 60%, namun penurunan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional sekitar 3%.
Perkataan Julius diperkuat dengan studi Long Term Energy Scenario (LTES) yang tengah dilakukan oleh Program CASE. “Berdasarkan studi LTES CASE Indonesia, kebutuhan energi di Kalimantan diproyeksikan akan meningkat sekitar dua kali lipat di tahun 2045 dibandingkan tahun 2021.
Kebutuhan listrik di Kalimantan juga diproyeksikan akan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,8%, paling banyak diserap oleh sektor industri, rumah tangga, dan komersial. Dengan pensiun dini PLTU secara bertahap, kebutuhan listrik ini sudah sepatutnya disuplai dengan pembangkit listrik EBT,” kata Nike Diah Agustin, Staf Program CASE, Institute for Essential Services Reform. (Hartatik)